Rezim Jokowi melalui Menkopolhukam Wiranto tidak mau menggunakan istilah rekonsiliasi dengan GNPF-MUI menandakan penguasa saat ini merasa kuat.
Demikian dikatakan pengamat politik Ahmad Baidhowi kepada suaranasional, Rabu (21/6). “Publik akan menilai buruk pernyataan Wironto yang terlihat tidak mau rekonsiliasi dengan GNPF-MUI,” jelas Baidhowi.
Kata Baidhowi, pernyataan Habib Rizieq yang menawarkan rekonsiliasi sebuah langkah politik sangat cerdas. “Pemerintah tidak mau istilah rekonsiliasi dan publik akan menilai positif langkah yang dilakukan Habib Rizieq,” jelas Baidhowi.
Menurut Baidhowi, langkah Habib Rizieq itu bisa diibaratkan dalam sepak bola meraih kemenangan dengan strategi bertahan.
“Ketika Rezim Jokowi terus menyerang, Habib Rizieq dan komponen umat Islam terus melakukan konsolidasi dan pada waktu tepat melalukan ‘serangan’mematikan dan raih kemenangan,” pungkas Baidhowi.
Wiranto menilai tidak tepat jika Habib Rizieq Shihab meminta GNPF-MUI rekonsiliasi dengan Pemerintah.
Wiranto mengatakan istilah rekonsiliasi terlalu berat jika digunakan dalam upaya mencari win-win solution atau perdamaian antara GNPF-MUI, yang merupakan kelompok masyarakat dengan Pemerintah.
“Rekonsiliasi itu istilah yang sangat berat ya. Itu antara satu badan pemerintah dengan satu badan yang kira-kira setara dengan pemerintah itu namanya rekonsiliasi,” ujar Wiranto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (20/6/2017).