Ajakan memilih pemimpin sesuai keyakinan agama bukan merupakan tindakan radikal dan SARA.
“Itu bukan SARA, bukan radikal,” kata Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia, Irjen Pol (Purn) Anton Tabah Digdoyo kepada suaranasional, Senin (17/4).
Kata Anton, memilih pemimpin muslim sesuai dengan Pancasila sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa dan ditegaskan di UUD 1945 pasal 29 (1) ‘NKRI Berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa.
Anton bahwa Al Quran merupakan kitab suci agama samawi terakhir yang ajarannya sangat komplit dan detail.
“Jangankan masalah kepemimpinan, masalah pipis, BAB, bersin, cara makan minum, halal haram, cara nyembelih hewan ternak pun ada dalam Kitab umat Islam tersebut,” jelas Wakil Ketua Komisi Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu.
Atas alasan itu, Anton menilai bahwa Polri tidak bisa menindak pemuka agama yang tengah menyampaikan ajaran agama untuk tidak memilih pemimpin di luar agamanya.
“Polri tak punya alasan lakukan upaya paksa pada tokoh-tokoh muslim yang melarang umatnya memilih pemimpin kafir,” tegas purnawirawan jenderal polisi bintang satu yang juga ketua Penanggulangan Penodaan Agama tersebut.