Keputusan GP Ansor sangat politis dengan memberikan pernyataan berdasarkan penafsiran bahwa memilih pemimpin non muslim tidak masalah karena sesuai konstitusi dan aturan agama.
“Keputusan GP Ansor yang menyatakan memilih pemimpin non muslim menjelang Pilkada DKI Jakarta putaran kedua sangat politis,” kata pemikir Islam Muhammad Ibnu Masduki kepada suaranasional, Selasa (14/3).
Kata Ibnu Masduki, keputusan GP Ansor ini terlihat ingin mendapat dukungan Ahok. “Walaupun tidak menyebut nama Ahok, tetapi secara politis bisa membuat legitimasi penguatan terhadap Ahok,” ungkap Ibnu Masduki.
Menurut Ibnu Masduki, cara politik GP Ansor maupun NU selalu mendekat penguasa. “Dulu era Orde Lama, NU bergabung dengan Nasakom pun bisa dicari dalil di kitab kuning. Harusnya kasus Nasakom ini bisa menjadi pelajaran bukan NU,” papar Ibnu Masduki.
Ibnu Masduki mengkhawatirkan, GP Ansor yang mengeluarkan pernyataan tak masalahkan memilih non muslim bisa ditinggalkan kadernya. “Padahal berdasarkan Muktamar di Lirboyo 1999 mengharamkan memilih pemimpin non muslim,” pungkas Ibnu Masduki.
Kiai Muda GP Ansor telah menggelar bahtsul masail pada 11-12 Maret 2017 di Aula Iqbal Assegaf PP GP Ansor, Jakarta. Hasilnya disampaikan dalam keterangan pers yang dihadiri oleh Ketua Umum PP GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas, KH Abdul Ghofur Maimun Zubair (musohhih atau perumus), Dansatkornas Banser Alfa Isnaeni, dan salah satu ketua GP Ansor Saleh Ramli.
“Terpilihnya non-muslim di dalam kontestasi politik, berdasarkan konstitusi adalah sah jika seseorang non-Muslim terpilih sebagai kepala daerah. Dengan demikian, keterpilihannya untuk mengemban amanah kenegaraan adalah juga sah dan mengikat, baik secara konstitusi maupun secara agama,” kata KH Najib Bukhori, dalam keterangan tertulis, Minggu (12/3/2017).