Ini Langkah KPK Jadikan Ahok Tersangka

Ahok (IST)
Ahok (IST)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa menjadikan tersangka Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam kasus dana penggusuran dari pengembang.

“KPK tidak akan sulit membuktikan kevalidan informasi tersebut. Agus Rahardjo cs tinggal memastikan kesesuaian keterangan Presiden Direktur Agung Podomoro, Ariesman Widjaja, alat bukti dokumen yang disita dari kantor Agung Podomoro dan keterangan saksi-saksi dari Pemprov DKI,” kata Inisiator Advokat Cinta Tanah Air, Habiburokhman dalam keterangan kepada suaranasional, Jumat (27/5).

Kata Habiburakhman, tiga hal yang dapat digunakan KPK untuk menjerat Ahok sebagai Tersangka dalam kasus kontribusi tambahan reklamasi ini.

“Pertama adalah tidak adanya payung hukum untuk pemungutan dana tersebut. Istilah hukum yang paling tepat untuk dana kontribusi tambahan tersebut adalah retribusi. Menurut Pasal 1 angka 64 UU Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Retribusi Daerah dan Pajak Daerah, yang dimaksud retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah,” jelasnya.

Menurutnya, Pasal 23A UUD 1945 yang menyatakan “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”. Norma yang demikian mempunyai makna bahwa segala sesuatu pungutan yang menjadi beban rakyat harus sepengetahuan rakyat melalui representasinya di lembaga perwakilan rakyat.

Sementara detailing pengaturan retribusi terdapat pada Pasal 286 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah yang mensyaratkan pungutan retribusi daerah harus ditetapkan dengan undang-undang yang pelaksanaan di daerah diatur lebih lanjut dengan Perda.

“Selain itu Pasal 156 UU Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah juga mengatur bahwa retribusi ditetapkan dengan Peraturan Daerah,” lanjutnya.

“Jadi payung hukum retribusi tidak bisa dengan Peraturan Gubernur atau Instruksi Gubernur atau peraturan lain yang perumusannya tidak memerlukan persetujuan lembaga perwakilan. Dalam kasus retribusi reklamasi ini Perda yang mengatur soal retribusi terkait reklamasi belum disahkan oleh DPRD DKI, tetapi pungutan retribusi sudah dilakukan.”

Kedua, lanjut Habiburokhman, melalui informasi adanya memo yang menunjukkan persetujuan Ahok agar Agung Podomoro membayar kontribusi tambahan terkait reklamasi.

Menurutnya, jika benar dokumen tersebut merupakan bukti yang sangat kuat bahwa Ahok mengetahui atau bahkan bertanggung-jawab atas pengeluaran dana tersebut. Selain karena memo, keterlibatan Ahok juga diliat dari perspektif kedudukannya sebagai Kepala Daerah.

“Salah satu kewenangan kepala daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah yakni menetapkan kuasa pengguna anggaran. Hal ini diatur di dalam pasal 5 huruf b UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,” tegasnya.

Ketiga, masih kata Habiburokhman, adalah informasi bahwa penggunaan dana yang tanpa tender. Padahal, dana tersebut bukan merupakan hibah, melainkan akan dikonversi dengan kewajiban retribusi Podomoro terkait reklamasi yang hingga saat ini belum ditetapkan oleh DPRD.

Sebagaimana diketahui bahwa menurut Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah , setiap pengadaan barang harus dilaksanakan dengan mekanisme tender.

“Kami berharap agar KPK bisa bekerja cepat, transparan dan profesional dalam kasus ini. Perlu diingat bahwa tindak pidana korupsi adalah tindak pidana yang sangat rawan terhadap penghilangan alat bukti dokumen dan rekayasa keterangan saksi. Jika memang sudah ada bukti permulaan yang cukup, baiknya KPK segera menetapkan tersangka baru. Siapapun itu, termasuk Ahok jika memang bersalah harus segera diseret ke meja hijau,” tandasnya.