Tidak menutup kemungkinan seluruh program infrastruktur dan mimpinya Presiden Jokowi akan dibikin mangkrak oleh Presiden pengganti berikutnya, sebagaimana Presiden Jokowi juga membuat mangkrak program infrastruktur MP3I dan mimpi 2025 nya Presiden SBY.
Demikian dikatakan aktivis Petisi 28 Haris Rusly Moti dalam pernyataan kepada suaranasional, Kamis (21/1).
Kata Moti, jika dilihat dari sepak terjangnya (track record) sejak menjadi Wali Kota Solo dan Gubernur DKI, Jokowi tampaknya bergaya “slonong boy” dan mirip orang sedang “kesurupan” dalam menjalankan pemerintahan, khususnya dalam menggerakan pembangunan projek infrastruktur.
“Jokowi tampak tak begitu peduli pada riset untuk menentukan prioritas, tahapan dan kebutuhan dalam pembangunan infrastruktur,” papar Moti.
Moti mengatakan, Jokowi juga tak terlalu peduli dengan studi kelayakan dan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagai syarat mutlak dalam pembangunan infrastruktur.
“Itulah mengapa Joko Widodo sering melakukan berbagai kecerobohan dan inkonsistensi dalam perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan infrastruktur. Saat masih menjabat menjadi Wali Kota Solo dan Gubernur DKI, sejumlah programnya mangkrak justru setelah di-groundbreaking,” ungkap Moti.
Moti mengungkapkan, ketika menjadi Wali Kota Solo, Joko Widodo membuat gebrakan program mobil Esemka yang telah mangkrak ditelan bumi. Projek rail bus Batara Kresna yang menghubungkan Solo-Wonogiri, juga hanya berjalan 3 tahun ketika mangkrak pada 2014, yang meninggalkan kerugian sebesar Rp.16 miliar (Solopos, 21 Juni 2013, detik.com 05 Juli 2014).
“Saat menjadi Gubernur DKI, beberapa rencana programny Joko Widodo juga mangkrak di tengah jalan, diantaranya adalah projek deep tunel karena tidak memperhitungkan tanah Jakarta yang gembur, sehingga kalau dilanjutkan akan menyebabkan longsor besar (merdeka.com, 8 Mei 2013). Program sodetan kali Ciliwung-Cisadane juga tidak memperhitungkan jika kali tersebut telah mengalami sedimentasi parah, dan jika diteruskan, banjir besar bakal melanda wilayah Banten,” jelas Moti.
Lanjut Moti, konyolnya lagi, setelah jadi Presiden, Joko Widodo berangkat ke Malaysia sebagai Kepala Negara untuk menyaksikan penandatanganan MOU mobil nasional antara produsen otomotif Proton milik Malaysia dengan sebuah perusahaan bodong asal Indonesia milik Hendropriyono (tempo.co, 06 Februari 2016).
“Program pembangunan pelabuhan Cilamaya di Karawang tak kalah sembrono, karena tumpang-tindih dengan jalur pipa distribusi minyak Pertamina. Jika projek tersebut diteruskan, akan membutuhkan biaya sangat mahal untuk memindahkan jalur minyak tersebut, sehingga harus dibatalkan (Walhi desak dibatalkan, bisnis.com, 16 Januari 2016),” pungkas Moti.