Program bela negara yang diluncurkan Kementerian Pertahanan merupakan bagian proyek saja di mana ada kepentingan tertentu. Padahal bela negara itu sudah ada di Pramuka maupun kegiatan lainnya.
“Kalau bela negara wajib setiap warga di bawah 50 tahun, itu bentuknya seperti apa, terus dilatih militer. Nantinya ada dana yang dikeluarkan. Padahal lebih baik mengefektifkan program yang sudah ada. Setiap sekolah punya pramuka, pencak silat dan di dalamnya dimasukkan materi bela negara,” ungkap pengamat politik Muhammad Huda dalam pernyataan kepada suaranasional, Senin (12/10).
Menurut Huda, Kementerian Pertahanan mengeluarkan kebijakan bela negara karena selama ini Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu banyak mendapat sorotan kinerjanya.
“Kinerja Ryamizard itu banyak disorot karena reformasi TNI seperti jalan di tempat, belum lagi masalah alutsista yang sudah lama tetapi masih dipakai, belum lagi munculnya bentrok antar TNI dan Polri. Ini yang harus diselesaikan terlebih dulu,” papar Huda.
Huda mengatakan, bela negara itu tidak harus diartikan secara fisik. “Menang di olimpiade itu bagian bela negara. Komisi I harus memanggil Menhan. Ekonomi yang sedang melemah tidak usah ada proyek yang menghambur-hamburkan uang negara,” papar Huda.
Sebelumnya sebagaimana dikutip dari Harian Nasional, Kementerian Pertahanan (Kemhan) akan membentuk kader pembina bela negara yang dibuka pada 19 Oktober 2015 secara serentak di 45 kabupaten dan kota. Dalam 10 tahun ke depan, Indonesia diharapkan memiliki 100 juta kader bela negara.
Menhan Ryamizard Ryacudu mengatakan, faktor jumlah penduduk potensial untuk pembelaan negara masih menjadi salah satu perhitungan utama. “Indonesia dengan populasi lebih dari 250 juta, memiliki 100 juta penduduk yang berpotensi dilibatkan dalam pembelaan negara sebagai kader militan,” katanya di Jakarta, Senin (12/10).