Gila, Jokowi Tipu dan Khianati Kiai NU

Presiden Jokowi - Foto iberita
Presiden Jokowi – Foto iberita

Pilihan Presiden Jokowi (PJ) terkait penunjukan calon Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) tampaknya ditanggapi secara negatif oleh warga nahdliyyin. Tentu hal itu bukan tanpa alasan.

“Pasalnya, sejak Jokowi dilantik sebagai RI-1, sudah tersebar selentingan luas bahwa Waketum PBNU, As’ad Ali (AA), adalah calon kuat sebagai Pejaten-Satu tersebut,” kata mantan Menristek era Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Muhammad AS Hikam di akun Facebook-nya, Minggu (14/6).

Kata Hikam, selentingan itu bukan cuma karena ada janji yg konon sudah diomongkan kesana kemari dan disaksikan oleh para Ulama dan petinggi ormas Islam terbesar di dunia itu.

“Tetapi faktanya AA entah sudah berapa kali saja dipanggil dan bertemu Jokowi di Istana, sehingga selentingan lantas ber “metamorfose” menjadi keyakinan di kalangan warga nahdliyyin tersebut bahwa hal itu benar,” ungkap Hikam.

Menurut Hikam, janji politik, seperti biasa, sangat mudah ‘masuk angin’. Misalnya, ketika proses penunjukan Ka-BIN yang baru tersebut molor lebih dari 6 bulan lamanya, maka sudah bisa diprediksi bahwa pasti ada komplikasi.

“Apalagi kemudian berseliweran spekulasi tentang calon-calon Ka-BIN (bahkan menurut Menhan sampai berjumlah 9 calon!), ditambah berbagai spekulasi mengenai masalah ‘keterlibatan’ AA dalam kasus kematian alm. Munir, dan pemanggilan oleh KPK terkait kasus tipikor Anas Urbaningrum (AU),” papar Hikam.

Ia mengatakan, dalam perpolitikan Indonesia, spekulasi dan rumor tidak bisa dianggap sepele. Sebab salah satu kebiasaan elit politik negeri ini adalah kepercayaan berlebihan kepada rumor ketimbang kepada fakta.

Hikam mengingatkan, keputusan Jokowi itu sedang menanam dan menyiram bibit-bibit skeptisisme dan ketidakpercayaan (distrust) di kalang puluhan juta warga NU terhadap diri dan kepemimpinannya.

“Saya tidak tahu apakah Jokowi lupa terhadap fakta bahwa warga nahdliyyin adalah salah satu pemilihnya yang terbesar sehingga beliau unggul melawan Prabowo Subianto (PS) dalam Pilpres 2014. Jika skeptisisme dan distrust ini berlanjut, ia bisa merugikan bagi kepemimpinan Jokowi sendiri,” pungkas Hikam.