by M Rizal Fadillah
Setelah upaya untuk meringankan bunga pinjaman China proyek Kereta Cepat Indonesia China yang dilakukan Luhut Panjaitan dinilai gagal, maka kegelisahan besar terjadi di kalangan Pemerintah maupun rakyat Indonesia. Para pengamat mengkritisi tajam program yang sejak awal memang kontroversial. Terkesan Jokowi memaksakan kehendak untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung tersebut.
Kereta yang tidak jelas urgensi dengan keputusan grasa-grusu itu mulai terasa dikerjakan dan berjalan dengan menabrak-nabrak, antara lain :
Pertama, menabrak Konstitusi bahkan Ideologi karena tidak berbasis pada perwujudan asas kedaulatan rakyat. Tidak ada persetujuan rakyat atas pilihan proyek. Sila keempat Pancasila dilanggar. Proyek Kereta Cepat lebih berorientasi kepentingan kelompok kecil ketimbang rakyat kebanyakan. Suara rakyat diabaikan.
Kedua, menabrak APBN. Pada awalnya Presiden sesumbar proyek ini tidak akan menggunakan dana APBN namun perkembangan terakhir justru Pemerintah China mensyaratkan adanya jaminan hutang APBN. Inilah yang kemudiannya menjadi keprihatinan bahwa Indonesia telah menjadi korban dari jebakan hutang China. Situasi serba salah antara menuntaskan dan menghentikan. Kedua-duanya merugikan.
Ketiga, menabrak Jepang karena proyek bersama China ini telah menyingkirkan tawaran kerjasama Jepang. Kini terasa tekanan China yang jauh lebih berat dibandingkan pilihan waktu itu adalah negara Jepang. Dampaknya Jepang pun hengkang dari Ibu Kota Nusantara (IKN). Softbank group telah lari tungggang langgang. IKN terancam gagal.
BACA JUGA: Selidiki Kongkalikong PT KAI dengan Indomaret
Keempat, menabrak kereta lain. Menurut Luhut jika Kereta Cepat Indonesia China telah beroperasi, maka Kereta Argo Parahiyangan yang selama ini melayani penumpang Bandung Jakarta harus berhenti. Route Jakarta Bandung dipaksakan untuk menggunakan Kereta Cepat yang jauh lebih mahal tarifnya.