Dalam buku “Peristiwa 1 Oktober 1965, Kesaksian Jenderal Besar Dr. A.H. Nasution,” terbitan Narasi, halaman 67- 69” disebut Presiden Soekarno tidak percaya kekejaman Partai Komunis Indonesia (PKI) yang membunuh enam jenderal pada 30 September 1965.
Dalam buku itu memuat kesaksian Brigjen Soetjipto: Berkatalah Soekarno antara lain kepada Pak Cipto: ‘Cip, kekejaman-kekejaman PKI yang termuat dalam surat-surat kabar itu semuanya tidak benar. Tahukah kamu bahwa penembakan terhadap Jenderal Suprapto, cs adalah atas putusan dari semacam pengadilan rakyat di Lubang Buaya dan dilaksanakan dengan baik dan sopan. Para Jenderal sebelum ditembak matanya ditutup dahulu dengan kain, dan sebelum menembak para penembaknya minta maaf lebih dahulu karena terpaksa melakukan itu demi revolusi…
Mendengar cerita Bung Karno itu, dan mungkin karena terdorong emosinya, maka bagaikan seorang hakim bertanya kepada seorang tertuduh, segera Pak Cip menanya kepada Presiden, dari siapa beliau mendengar atau mengetahui, hal ini. Presiden mencoba mengelakan pertanyaan Soetjipto itu dengan mengatakan agar Pak Cip jangan begitu emosional…”
Dalam buku AH Nasution itu menyebut, Soekarno menilai terbunuhnya enam Jenderal termasuk Ade Irma Suryani sesuatu yang kecil.
Itu alasan terbunuhnya enam jenderal, Ade Irma Suryani yang masih kecil dan korban lain adalah sekedar “Een rimpel in de oceaan van de revolusi,” atau sekedar persoalan kecil seperti buih ombak di lautan luas.
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sedih ketika Bung Karno selalu dibilang terkait PKI. Hal ini pun berdampak kepadanya yang selalu dibully soal PKI.
“Sedih saya ketika ayah saya dilengserkan, orang selalu mengatakan Bung Karno itu kecenderungannya PKI. Orang beliau yang buat Pancasila. Saya di-bully PKI,” kata Megawati, Selasa (10/11/2020).
Lebih lanjut, Megawati mengatakan sejarah harus diluruskan. Ia menginginkan agar pandangan orang yang salah soal Bung Karno dan keluarganya ini diklarifikasi.
Bukti-bukti yang dimiliki soal Bung Karno, kata Megawati, bahkan harus diungkapkan ke publik untuk mengakhiri kesalahpahaman tersebut.
“Ini harus diingatkan kembali, diterangkan secara benar sejarah bangsa kita. Bukti-bukti otentiknya di Arsip Nasional ada, tolong didatangkan para sejarawan untuk menceritakan hal-hal ini,” tutup Megawati.