Enceng Gondok Tutupi Bengawan Njeroh Lamongan, Petani Enam Kecamatan Terancam

Pertumbuhan enceng gondok di aliran Bengawan Njeroh, Lamongan, kini mencapai titik kritis. Tanaman air invasif tersebut telah menutupi badan sungai yang menjadi sumber utama pengairan tambak bagi ribuan petani di enam kecamatan—Karanggeneng, Turi, Kalitengah, Karangbinangun, Glagah, dan Deket. Kondisi ini membuat aktivitas pertanian tambak terganggu dan dikhawatirkan memicu krisis air berkepanjangan.

Ketua Induk Perkumpulan Petani Pemakai Air (IP3A) Bengawan Njeroh, H. M. Kozim, menyebut enceng gondok sebagai “bencana baru” bagi masyarakat di sepanjang aliran sungai tersebut.

“IP3A adalah kelompok petani pemakai air. Kami telah berperan aktif dalam mengurai permasalahan enceng gondok, namun saat ini peran kami berhenti dan kami kembali ke tupoksi kami sebagai wadah kelompok petani pemakai air,” ujarnya.

Menurut H. Kozim, pemerintah memiliki tanggung jawab penuh dalam memastikan kebutuhan air masyarakat terpenuhi, termasuk mengatasi gangguan akibat enceng gondok.

“Pemerintah bertanggung jawab penuh melayani kebutuhan masyarakat, termasuk soal kecukupan atau kelebihan air. Tapi sebagai wilayah pemanfaat, mestinya seluruh kades berperan aktif menggunakan dana mitigasi bencana,” tegasnya.

Ia menekankan pentingnya peran pemerintah desa yang berada di wilayah terdampak untuk ikut turun tangan, terutama dalam penganggaran mitigasi dan penanganan bencana ekologis seperti ini.

Pemerintah Kabupaten Lamongan sebelumnya telah mengerahkan mesin pencacah enceng gondok sebagai langkah penanganan. Namun pertumbuhan enceng gondok yang sangat cepat membuat solusi itu tak lagi efektif.

“Pertumbuhan enceng gondok ini luar biasa cepat. Dibersihkan hari ini, beberapa hari kemudian sudah menutup lagi. Maka tidak bisa hanya mengandalkan satu metode,” ujar H. Kozim.

Kondisi ini menunjukkan perlunya strategi terpadu, mulai dari pengerahan personel, teknologi, hingga penguatan ekosistem agar pertumbuhan enceng gondok dapat ditekan secara berkelanjutan.

H. Kozim menilai masalah enceng gondok tidak dapat diselesaikan apabila setiap pihak bekerja sendiri-sendiri. Dibutuhkan koordinasi antara pemerintah daerah, desa, OPD teknis, dan kelompok petani.

“Keadaan ini kalau tidak bersatu proses penanganannya, setiap tahun dipastikan problem yang sama. Butuh pemikiran dan langkah bersama semua pihak, utamanya para pemegang anggaran,” tegasnya.

Ia meminta agar instansi terkait seperti PU SDA Lamongan, PU SDA Jawa Timur, dan BPBD Jawa Timur benar-benar memberikan perhatian serius terhadap permasalahan ini.

Masalah enceng gondok di Bengawan Njeroh bukan sekadar persoalan estetika sungai, tetapi menyangkut hajat hidup ribuan petani tambak. Tanpa langkah cepat dan terkoordinasi, ancaman kerugian ekonomi dan kerusakan lingkungan akan semakin besar. Pewarta: Hadi Hoy

 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News