Aktivis sosial Nicho Silalahi kembali melontarkan kritik keras terhadap pemerintah terkait lambannya penanganan bencana di berbagai wilayah Sumatera. Dalam pernyataannya, ia menegaskan bahwa jumlah korban yang meninggal dunia telah mencapai 940 orang, sementara 276 orang masih hilang dan jutaan warga terdampak di tiga provinsi.
Menurut Nicho, besarnya skala kerusakan dan korban semestinya sudah cukup menjadi dasar bagi pemerintah untuk menetapkan status “Bencana Nasional”. Ia menilai pemerintah tidak responsif meskipun kondisi lapangan semakin memburuk dan warga berada dalam situasi krisis berkepanjangan.
“Dengan jumlah korban sebesar itu, seharusnya pemerintah sudah menetapkan status Bencana Nasional. Tetapi sampai sekarang belum dilakukan,” ujar Nicho, Senin (8/12/2025).
Dalam kritiknya, Nicho menuding bahwa bencana di Sumatera tidak bisa dilepaskan dari kerusakan hutan yang telah berlangsung lama. Ia menyebut pemberian izin konsesi perkebunan skala besar sebagai salah satu faktor utama hilangnya tutupan hutan yang sebelumnya menjadi benteng ekologis masyarakat adat.
Nicho menegaskan bahwa banyak kawasan hutan yang dianggap sebagai tanah leluhur justru berubah menjadi area perkebunan monokultur, termasuk kelapa sawit. Selain itu, ia menyoroti dugaan praktik pembalakan liar yang diduga mendapat “beking” dari oknum aparat penegak hukum.
“Perusakan hutan terus terjadi. Konsesi diberikan begitu mudah, dan hutan-hutan adat habis dibuka. Ini yang menyebabkan bencana semakin parah,” katanya.
Nicho juga menyinggung kemarahan warga di beberapa wilayah terdampak yang menganggap bahwa bencana ini merupakan akumulasi dari pembiaran bertahun-tahun. Ia memperingatkan bahwa tanpa langkah tegas pemerintah, masyarakat bisa kehilangan kepercayaan dan mengekspresikan frustrasi secara destruktif.
Hingga kini, pemerintah pusat belum mengumumkan status “Bencana Nasional”. Pihak BNPB menyatakan masih melakukan kajian menyeluruh terhadap dampak bencana di tiga provinsi Sumatera sembari terus mengerahkan bantuan darurat.
Sementara itu, tekanan publik semakin kuat. Organisasi masyarakat sipil, kelompok adat, dan aktivis lingkungan menilai bahwa penetapan status Bencana Nasional dapat mempercepat mobilisasi anggaran, logistik, serta bantuan internasional untuk menyelamatkan lebih banyak warga.





