Tokoh muda Nahdlatul Ulama sekaligus pengelola pesantren ekologi, Roy Murtadho atau yang akrab disapa Gus Murtadho, melontarkan kritik keras terhadap pernyataan Presiden Prabowo Subianto terkait kelapa sawit di tengah bencana banjir dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera.
Menurut Gus Murtadho, pernyataan Prabowo yang kembali menyinggung pentingnya sawit sebagai sumber energi terbarukan justru menunjukkan hilangnya kepekaan sosial dan empati terhadap situasi yang terjadi.
“Urat malu dan nurani Prabowo sudah hilang. Di tengah bencana akibat perusakan lingkungan, masih saja bahas sawit. Padahal deforestasi terbesar disebabkan perluasan perkebunan sawit dan tambang. Begini jadinya kalau pelanggar HAM jadi presiden. Hilang hati nuraninya,ʺ ujar Gus Murtadho dalam keterangannya, Sabtu (6/12/2025).
Kritik ini muncul setelah Prabowo dalam sebuah acara pada Rabu (3/12/2025) menekankan pentingnya kemandirian energi nasional melalui pemanfaatan kelapa sawit.
“Saudara-saudara, kalau kita tergantung impor, kita enggak mampu bayar nanti harga BBM. Tapi kita diberikan karunia oleh Yang Maha Kuasa, kita punya kelapa sawit, kelapa sawit bisa jadi BBM, bisa jadi solar, bisa jadi bensin, juga kita punya teknologinya,” ungkap Prabowo.
Pernyataan tersebut disampaikan saat banjir bandang dan tanah longsor tengah melanda berbagai wilayah di Sumatera, yang sebagian besar diyakini para pemerhati lingkungan sebagai dampak dari deforestasi dan alih fungsi lahan berskala besar.
Gus Murtadho menilai, pemerintah seharusnya berbicara soal mitigasi bencana, perbaikan tata kelola lingkungan, penindakan terhadap perusahaan nakal, hingga rehabilitasi hutan—bukan justru mempromosikan sawit di saat puluhan ribu warga terdampak bencana.
“Bencana ini terjadi karena kerakusan industri ekstraktif. Masyarakat menderita, rumah-rumah hancur, lahan-lahan rusak. Tapi yang disoroti justru sawit. Ini sangat menyedihkan,” tegasnya.
Gus Murtadho mendesak agar Presiden Prabowo mengedepankan pendekatan ekologis yang lebih serius. Ia mengingatkan bahwa promosi sawit tanpa memperhatikan dampak ekologis dapat memperburuk kondisi lingkungan di masa mendatang.
“Kita butuh presiden yang menggunakan hati, bukan sekadar hitung-hitungan ekonomi. Kalau lingkungan rusak, semua rugi,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan dari pihak Istana terkait kritik tersebut.





