Komisi C DPRD Lamongan Mediasi Dugaan Pelanggaran Prosedural Grand Zam-Zam Residence

Komisi C DPRD Lamongan menggelar mediasi terkait dugaan proses non-prosedural dalam pembangunan perumahan Grand Zam-Zam Residence pada Jumat (05/12/2025). Mediasi dipimpin langsung Ketua Komisi C, Mahfud Shodiq, dengan menghadirkan berbagai pihak terkait, antara lain LBH Bandeng Lele, Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas Perumahan Rakyat dan Cipta Karya (Perkim), Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dinas Perizinan, serta pihak pengembang Grand Zam-Zam.

Mahfud Shodiq dalam pembukaan mediasi menegaskan bahwa persoalan Grand Zam-Zam telah menggantung hampir satu setengah tahun tanpa kejelasan. Ia berharap pertemuan ini menghasilkan titik temu. Sebelum mengetuk palu, Mahfud memberikan waktu maksimal tiga bulan kepada Direktur Utama Grand Zam-Zam untuk melengkapi seluruh persyaratan dan perizinan yang dibutuhkan.

Baca juga:  Anggota Polsek Ngimbang Lamongan Shalat Subuh Berjamaah

Nihrul Bahi Alhaidar atau Gus Irul dari LBH Bandeng Lele mempertanyakan kelengkapan perizinan Grand Zam-Zam, terutama terkait izin mendirikan bangunan yang kini berganti menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Ia menyoroti temuan tim investigasi LBH yang mendapati penggunaan semen kedaluwarsa di area pembangunan, yang berpotensi membahayakan calon penghuni.

“Kami berharap pembangunan dihentikan dulu demi keselamatan dan agar tidak menjadi preseden buruk atas maraknya pembangunan perumahan yang mengabaikan tata ruang dan aturan,” tegas Gus Irul.

Sementara itu, Kepala Perkim, Drs. M. Fahrudin Ali Fikri, M.Si., menyampaikan bahwa dari 121 pengembang yang ada di Lamongan, seluruhnya berjalan sesuai regulasi. Ia menegaskan kesediaan Perkim untuk membina Grand Zam-Zam agar mengikuti aturan sehingga proyek perumahan tersebut dapat diselesaikan sesuai ketentuan.

Baca juga:  31 Pasangan Resmi di Mata Hukum, Pemkab Lamongan Gelar Isbat Nikah Massal Meriahkan HUT RI ke-80

Direktur Utama PT Zam-Zam Deal Properti menjelaskan bahwa sejak awal pihaknya telah mengikuti aturan PBG. Dari total rencana 9 hektare, baru 7 hektare yang diajukan karena perumahan tersebut bersifat non-subsidi sehingga diwajibkan membayar retribusi daerah.

“Jika restribusi dihitung satu juta rupiah per unit, maka sekitar 300 unit berarti totalnya sekitar Rp300 juta. Kami memohon agar pembayaran diberikan tahapan karena apabila langsung, kami keberatan. Namun hasil mediasi ini akan kami patuhi dan kami siap menyelesaikannya dalam waktu tiga bulan,” ujarnya.

Mediasi ditutup dengan kesepakatan bersama bahwa pengembang Grand Zam-Zam harus menuntaskan perizinan dan persyaratan teknis dalam tenggat waktu yang telah ditentukan. Pewarta: Hadi Hoy

Simak berita dan artikel lainnya di Google News