Benarkah Ada Bencana Alam? Perspektif Geologis, Sosiologis, dan Religius dalam Membaca Musibah

✒️ Oleh: Asruri Muhammad
(Pegiat Dakwah Muhammadiyah)

Istilah “bencana alam” telah begitu melekat dalam bahasa sehari-hari. Media menggunakannya, dokumen pemerintah memakainya, dan masyarakat mengulangnya tanpa ragu. Gempa terjadi—bencana. Banjir datang—bencana. Gunung meletus—bencana.

Padahal, jika ditelaah dari sisi ilmu bumi maupun ajaran Islam, istilah ini sesungguhnya problematis. Alam tidak pernah berbuat jahat. Gempa, hujan ekstrem, atau letusan gunung api bukanlah “bencana”—mereka adalah fenomena alamiah yang tunduk pada hukum Allah. Yang menjadikannya “bencana” adalah kerentanan manusia, rusaknya tata ruang, lemahnya bangunan, atau jauhnya manusia dari nilai keadaban dalam menjaga bumi.

Karena itu, memahami musibah membutuhkan tiga kacamata sekaligus: geologis, sosiologis, dan religius. Ketiganya tidak bisa dipisahkan dan justru saling memperkaya.

1. Perspektif Geologis: Fenomena Alam Bukan Bencana

Dalam geologi modern, tidak terdapat istilah natural disaster. Yang ada adalah natural hazard, yaitu fenomena alam yang berpotensi menimbulkan kerusakan apabila terjadi di area yang tidak siap.

Fenomena seperti gempa tektonik, aktivitas vulkanik, siklus hidrologi, hingga dinamika iklim sudah berlangsung jutaan tahun sebelum manusia hadir. Bagi geolog, fenomena ini bukan “musibah”, tetapi proses alam normal yang menunjukkan dinamika bumi.

Karena itu, pendekatan mitigasi dalam geologi sangat teknis dan berbasis bukti:

Solusi Geologis

Pemetaan risiko dan zonasi rawan. Menentukan wilayah rawan gempa, longsor, banjir, dan tsunami agar menjadi dasar tata ruang.

Standar bangunan tahan gempa. Struktur fleksibel, pondasi kuat, serta penerapan SNI konstruksi.

Sistem peringatan dini. Seperti early warning system tsunami, pemantauan gunung api, hingga sensor intensitas hujan.

Rehabilitasi lingkungan. Pemulihan hutan, menjaga daerah resapan, dan menormalisasi sungai.

Baca juga:  Aceh Gempa 6,4 SR, Kepanikan Warga dan Bangunan yang Rusak Parah

Dari perspektif ini, yang menjadi bencana bukanlah proses alamnya, tetapi ketidaksiapan manusia dalam merespons proses tersebut.

2. Perspektif Sosiologis: Bencana Terjadi Ketika Manusia Rentan

Sosiologi menegaskan bahwa bencana adalah peristiwa sosial—bukan sekadar gejala fisik. Gempa besar di wilayah kosong mungkin tidak menimbulkan kerusakan sama sekali. Namun gempa kecil di kota padat dengan bangunan rapuh dapat menimbulkan tragedi besar.

Dengan demikian, bencana adalah pertemuan dua faktor utama: bahaya alam (hazard) dan kerentanan sosial (vulnerability).*

Kerentanan ini muncul dari: kemiskinan,
pemukiman kumuh di bantaran sungai,
tata ruang yang mengabaikan risiko,
penghancuran lingkungan,
serta minimnya pendidikan kebencanaan.

Solusi Sosiologis
Membangun literasi kebencanaan. Simulasi evakuasi, pelatihan pertolongan pertama, pendidikan risiko di sekolah dan masjid.

Penguatan komunitas lokal. Pembentukan kampung siaga bencana dan jaringan relawan berbasis RT/RW.

Tata ruang berbasis risiko. Melarang pembangunan di zona rawan, menegakkan hukum lingkungan, dan menata ulang kota.

Pemberdayaan ekonomi. Semakin kuat kondisi ekonomi, semakin kecil kerentanan terhadap bencana.

Dalam perspektif ini, bencana pada hakikatnya adalah kegagalan manusia mengelola ruang hidupnya.

3. Perspektif Religius-Islami: Musibah sebagai Pengingat, Bukan Hukuman Semata

Islam memiliki cara pandang yang lebih mendalam. Al-Qur’an tidak pernah menyebut “bencana alam”. Allah tidak menzalimi hamba-Nya (QS. 3:108). Karena itu, istilah “bencana” tidak memiliki padanan yang tepat dalam bahasa wahyu.

Yang ada adalah:
musibah (ujian kehidupan),
fitnah (ujian keimanan),
tanzir (peringatan),
azab (hukuman bagi umat yang durhaka atau membangkang secara kolektif).

Makna ini menunjukkan bahwa satu peristiwa dapat membawa pesan berbeda bagi setiap individu maupun masyarakat. Musibah bukan semata fenomena fisik, tetapi sekaligus ruang evaluasi etis dan spiritual.

Dalam Islam, alam adalah ayat kauniyah.
Fenomena alam bukan ancaman, melainkan tanda kebesaran Allah.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi terdapat tanda-tanda bagi orang berakal.” (QS. Ali Imran: 190).

Baca juga:  Antisipasi Sesuatu tak Diiinginkan, Perlu Manajemen Bencana secara Baik

Belajar geologi, klimatologi, atau mitigasi bencana adalah bentuk membaca ayat-ayat kauniyah tersebut.

Larangan merusak bumi
Kerusakan lingkungan adalah faktor utama yang memperparah musibah.

Al-Qur’an mengingatkan:
“Janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi.”
(QS. Al-Baqarah: 11–12).

Menebang hutan tanpa kendali, menambang secara liar, menguruk daerah resapan—semua ini bukan hanya kelalaian teknis, tetapi dosa ekologis.

Istighfar sebagai proteksi moral
Allah berfirman:
“Allah tidak akan mengazab mereka selama mereka beristighfar.” (QS. Al-Anfal: 33).

Istighfar bukan sekadar ucapan, melainkan perubahan perilaku: jujur, menjaga amanah, tidak merusak lingkungan, dan menolong sesama.

Menjaga nyawa adalah kewajiban syariah
Dalam maqashid syariah, menjaga jiwa (hifzh an-nafs) adalah tujuan utama. Maka seluruh aktivitas mitigasi—pelatihan evakuasi, relawan SAR, dapur umum, penyediaan logistik—semuanya adalah ibadah sosial.

Tiga Perspektif, Satu Pesan
Jika ketiga perspektif digabungkan, terbentuk pemahaman yang utuh:

Geologi menjelaskan apa yang terjadi dan bagaimana prosesnya.

Sosiologi menjelaskan mengapa kerusakan terjadi pada sebagian masyarakat.

Islam memberikan makna, etika, dan arah moral agar manusia rendah hati dan adil terhadap bumi.

Dari sini kita belajar bahwa istilah bencana alam hanyalah penyederhanaan bahasa. Alam tidak pernah salah. Yang menjadikannya bencana adalah manusia yang lengah, lingkungan yang rusak, dan kelalaian spiritual dalam merawat amanah bumi.

Dengan memadukan ketiganya, kita dapat membangun masyarakat yang:
tangguh secara ilmiah,
kuat secara sosial,
dan matang secara spiritual.

Inilah fondasi masyarakat berketahanan tinggi—baik menghadapi musibah, maupun menapaki jalan kehidupan.(*)

Simak berita dan artikel lainnya di Google News