Sosiolog Universitas Indonesia (UI), Tamrin Amal Tomagola, melontarkan kritik keras terhadap Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), yang ia sebut sebagai “pendosa ekologis” di tengah bencana banjir besar yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera.
Menurut Tamrin, kerusakan lingkungan yang terjadi akibat pemberian izin-izin eksploitasi hutan harus dipertanggungjawabkan oleh para pemegang kebijakan, termasuk Zulhas. Ia menilai banjir yang merendam rumah warga, merusak lahan pertanian, hingga memutus akses transportasi merupakan buah dari kebijakan yang mengabaikan faktor ekologi.
“Zulkifli Hasan adalah pendosa ekologis yang sedang memanggul setumpukan dosa-dosa kebijakan untuk dipertanggungjawabkan di mahkamah para korban banjir Sumatera,” ujar Tamrin dalam pernyataannya, Kamis (4/12/2025).
Ia menambahkan, deforestasi masif dan alih fungsi lahan yang longgar dalam pengawasan telah membuat banyak daerah kehilangan daya dukung ekologisnya. “Kita melihat pola yang sama berulang: hujan datang, daerah tidak lagi mampu menahan debit air, dan rakyat menjadi korban.”
Tamrin juga mendesak pemerintah untuk melakukan audit menyeluruh terhadap izin-izin kehutanan yang terbit selama beberapa tahun terakhir. Menurutnya, transparansi dan pertanggungjawaban publik menjadi kunci untuk memutus rantai kerusakan ekologis.
Sementara itu, berbagai kelompok masyarakat sipil dan aktivis lingkungan juga ikut menyoroti peran pejabat yang dianggap lalai dalam menjaga kelestarian hutan. Mereka menuntut agar pemerintah tidak lagi menutup mata terhadap temuan-temuan lapangan terkait pembukaan hutan yang diduga berkontribusi terhadap banjir di Sumatera.
Banjir besar yang terjadi dalam beberapa hari terakhir telah menimbulkan kerugian material dan non-material yang sangat besar. Ribuan warga terpaksa mengungsi, puluhan desa terisolasi, dan infrastruktur rusak parah.
Tamrin menegaskan bahwa kasus ini harus menjadi momentum perbaikan tata kelola lingkungan nasional. “Jika negara terus abai, maka banjir berikutnya bukan hanya akan lebih besar, tetapi juga akan membawa beban moral yang semakin berat bagi para pemegang kebijakan.”





