Nicho Silalahi Minta Prabowo Tangkap Zulkifli Hasan, Siti Nurbaya, Raja Juli dan Tutup PT. Toba Pulp Lestari

Aktivis sosial dan lingkungan, Nicho Silalahi, kembali mengeluarkan pernyataan keras terkait dugaan kerusakan hutan di Sumatera Utara yang dinilai sudah mencapai titik kritis. Dalam unggahan dan pernyataan publiknya, Nicho meminta Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah tegas dengan menangkap dan memeriksa sejumlah pejabat serta pengusaha yang diduga terlibat dalam pemberian izin maupun eksekusi penghancuran kawasan hutan yang menjadi bagian penting dari ekosistem Tanah Batak.

Menurut Nicho, kerusakan hutan yang meluas bukan lagi isu teknis, tetapi telah menjadi masalah moral, politik, dan kemanusiaan karena berdampak langsung pada kehidupan masyarakat, sumber air, bencana ekologis, hingga hilangnya wilayah adat.

Dalam pernyataannya, Nicho menyebut beberapa nama pejabat yang menurutnya perlu diperiksa secara hukum terkait dugaan keterlibatan dalam penerbitan izin perusakan hutan:

-Zulkifli Hasan – Menteri Kehutanan 2009–2014

-Siti Nurbaya Bakar – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dalam Kabinet Kerja (2014–2019) dan Kabinet Indonesia Maju (2019–2024)

-Raja Juli Antoni – Menteri Kehutanan Era Prabowo

Selain itu, Nicho juga mendesak pemerintah untuk memeriksa taipan Sukanto Tanoto, yang menurut sejumlah laporan LSM lingkungan hidup disebut memiliki keterkaitan dengan industri bubur kertas dan pengelolaan hutan tanaman industri yang diduga menjadi penyebab utama degradasi lingkungan di Sumatera Utara.

Baca juga:  Moge yang Ditumpangi Nunggak Pajak, Nicho Silalahi: Jokowi Ngajari untuk tak Bayar Pajak

“Saatnya rakyat bersuara. Presiden Prabowo harus segera bertindak. Tangkap dan periksa semua yang terlibat dalam penghancuran hutan kami. Termasuk para oligark yang menjadi eksekutor. Jangan biarkan Tanah Batak hancur hanya demi kepentingan bisnis,” tegas Nicho, Rabu (3/12/2025).

Dalam seruannya, Nicho menegaskan bahwa perusahaan pulp & paper PT Toba Pulp Lestari (TPL) harus segera ditutup karena dianggap menjadi sumber utama kerusakan ekologis di kawasan Tapanuli dan sekitarnya.

TPL—yang dulu bernama PT Inti Indorayon Utama—telah lama menjadi objek protes masyarakat adat, aktivis lingkungan, hingga pemerintah daerah. Perusahaan ini dituding membuka hutan alam secara besar-besaran untuk keperluan hutan tanaman industri (HTI), terutama eucalyptus, yang berdampak pada: hilangnya hutan lindung, rusaknya sumber mata air, konflik agraria dengan masyarakat adat, hilangnya keanekaragaman hayati, meningkatnya potensi banjir bandang dan longsor, serta ancaman terhadap hutan habitat Harimau Sumatera dan satwa endemik lainnya.

Masyarakat adat dari wilayah Pandumaan-Sipituhuta, Aek Lung, Humbang Hasundutan, hingga kawasan sekitar Danau Toba berkali-kali terlibat bentrok karena mempertahankan tanah ulayat yang mereka klaim dirambah perusahaan.

Baca juga:  Selamatkan Demokrasi, Nicho Silalahi Ajak Rakyat Bangkit Bersama Gulingkan Jokowi dan Kroninya

Laporan NGO seperti WALHI, Forest Watch Indonesia, dan laporan investigasi lokal menunjukkan pola kerusakan yang konsisten di sekitar konsesi perusahaan-perusahaan besar, termasuk TPL.

Seruan Nicho Silalahi muncul di tengah tingginya ekspektasi publik terhadap Presiden Prabowo Subianto untuk menghadirkan pemerintahan yang tegas, bersih, dan berpihak pada kepentingan rakyat.

Menurut Nicho, kasus kehutanan ini harus menjadi prioritas nasional, bukan sekadar isu daerah.

Aktivis itu menilai, jika pemerintah berani menindak para pejabat yang diduga menyalahgunakan kewenangan serta oligark yang menguasai industri kehutanan, maka itu akan menjadi langkah awal pemulihan ekosistem Tanah Batak dan daerah-daerah lain di Indonesia yang mengalami masalah serupa.

Isu kerusakan hutan di kawasan Toba bukan hanya soal lingkungan, tetapi juga soal identitas dan budaya. Bagi masyarakat Batak, hutan adalah bagian dari habitat leluhur, ruang hidup, dan fondasi keberlangsungan generasi mendatang.

Seruan “Tutup TPL!” telah berkali-kali digaungkan dalam aksi massa, marga adat, organisasi gereja, dan kelompok pemuda Batak.

Kini, seruan serupa kembali mengemuka melalui pernyataan Nicho Silalahi yang menuntut tindakan konkret dari pemerintah pusat.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News