Pengamat Intelijen dan Geopolitik Amir Hamzah mengingatkan bahaya yang mengintai dari ekspansi masif tambang nikel di Maluku Utara, terutama di Pulau Obi, yang kini menjadi pusat industri nikel nasional. Menurut Amir, persoalan yang terjadi bukan sekadar kerusakan lingkungan, tetapi juga menyangkut potensi ancaman terhadap kedaulatan negara akibat dominasi perusahaan asing, khususnya dari China.
Pulau Obi saat ini menjadi rumah bagi dua pemain besar industri nikel: perusahaan China, Lygend Resources & Technology, dan perusahaan Indonesia, Harita Group. Kehadiran dua entitas besar ini menjadikan Obi sebagai kawasan industri strategis yang memasok nikel olahan untuk kebutuhan global, terutama industri baterai kendaraan listrik. Namun di balik geliat industrinya, kerusakan lingkungan mulai terlihat nyata: hutan gundul, pesisir tercemar, hingga menurunnya hasil tangkapan ikan yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat lokal.
Amir Hamzah menyoroti bahwa mayoritas perusahaan tambang dan smelter di Maluku Utara berafiliasi dengan investasi China. Menurutnya, korporasi dari negeri tirai bambu tidak hanya membawa modal, tetapi juga menjalankan “misi nasional” yang dapat bersinggungan dengan kepentingan strategis Indonesia.
“Dalam doktrin nasional mereka, perusahaan besar adalah bagian dari kepanjangan tangan negara. Mereka menguasai wilayah, infrastruktur, hingga jaringan logistik. Itu bukan sekadar bisnis biasa,” ujarnya, Senin (1/12/2025).
Ia menambahkan bahwa dalam geopolitik modern, ekspansi industri sering kali menjadi pintu masuk bagi pengaruh asing, termasuk aktivitas intelijen. Infrastruktur vital seperti pelabuhan tambang, pembangkit, hingga jalur ekspor yang berada di wilayah strategis Indonesia dapat menjadi titik rawan jika dikendalikan pihak luar.
“Kita harus jujur bahwa investasi itu membawa risiko. Ketergantungan jangka panjang pada teknologi, modal, dan hilirisasi yang dikendalikan asing adalah bentuk kerentanan,” tegas Amir.
Selain aspek kedaulatan, dampak lingkungan menjadi persoalan mendesak. Warga pesisir Obi mengeluhkan kualitas air laut yang menurun, sedimentasi berat, dan berkurangnya hasil laut. Beberapa lembaga investigasi dan organisasi lingkungan juga menemukan indikasi pencemaran dari limbah industri serta reklamasi yang tidak sepenuhnya sesuai standar.
Amir meminta pemerintah pusat tidak hanya fokus pada besarnya nilai investasi, tetapi juga memperketat pengawasan, melakukan audit menyeluruh terhadap struktur kepemilikan perusahaan, dan memastikan adanya kontrol penuh terhadap rantai pasok nikel strategis. Ia juga menekankan perlunya integrasi intelijen ekonomi, pengawasan maritim, dan koordinasi antar-lembaga demi mengamankan wilayah yang kini menjadi pusat perhatian industri global.
“Indonesia harus memimpin permainan ini, bukan menjadi objeknya,” kata Amir. “Nikel adalah komoditas masa depan, tetapi masa depan itu harus berdiri di atas kedaulatan kita sendiri, bukan bergantung pada kepentingan negara lain.”
Dengan cadangan nikel yang besar, Maluku Utara menjadi medan persaingan ekonomi dan geopolitik yang tak bisa lagi dipandang sebelah mata. Pemerintah diharapkan dapat memastikan bahwa pembangunan industri tidak mengorbankan lingkungan dan tidak menjadi pintu masuk bagi ancaman terhadap kedaulatan nasional.





