Endin Samsudin tak Layak Jadi Sekda Kabupaten Bekasi, Ini Alasannya

Pelantikan Endin Samsudin sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bekasi oleh Bupati Ade Kuswara Kunang pada Jumat (28/11/2025) memunculkan polemik baru di lingkungan pemerintahan daerah. Meski proses seleksi Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama telah dilaksanakan secara terbuka, sejumlah aktivis menyebut adanya kejanggalan dalam proses yang mengantarkan Endin ke kursi tertinggi birokrasi Kabupaten Bekasi tersebut.

Pelantikan yang berlangsung di Gedung KH Noer Ali, Komplek Pemkab Bekasi, Cikarang Pusat itu turut disaksikan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Jawa Barat, Dedi Supandi, serta pejabat internal BKPSDM Kabupaten Bekasi. Dalam keputusan tertulis Bupati Bekasi Nomor 800.1.3.3/Kep.1517-BKPSDM/2025, Endin resmi ditetapkan sebagai Sekda, mengungguli dua kandidat lain: Kepala Dinas SDA, Bina Marga dan Bina Konstruksi Henri Lincoln, serta Kepala Badan Pendapatan Daerah Iwan Ridwan.

Namun di balik formalitas dan legalitas pengangkatan tersebut, gelombang kritik justru menguat.

Jamaluddin, aktivis Bekasi yang selama ini kerap mengkritisi proses rekrutmen pejabat publik di lingkungan Kabupaten Bekasi, secara terang-terangan menyebut bahwa Endin tidak layak menduduki jabatan Sekda.

“Berdasarkan informasi, hasil seleksi Endin dikatrol,” ujar Jamaluddin. Ia menyebut adanya dugaan penilaian yang tidak objektif dalam proses seleksi, khususnya pada tahap-tahap penentuan nilai akhir dan rekomendasi pejabat pembina kepegawaian.

Baca juga:  Ssssttt …., Ada Bunglon Ikut Pilkada Kota Bekasi

Menurutnya, ketidaklayakan itu bukan hanya disebabkan oleh rekam jejak kinerja, melainkan juga potensi konflik kepentingan yang melekat pada posisi Endin sebelumnya.

Salah satu sorotan Jamaluddin adalah posisi Endin yang sebelumnya menjabat sebagai pejabat di bidang kepegawaian. Menurutnya, jabatan strategis itu membuka ruang terjadinya conflict of interest selama proses seleksi JPT berlangsung.

“Posisi Endin sebagai Kepala Kepegawaian juga bisa menjadikan seleksi itu bias,” tegas Jamaluddin. Ia menilai, pihak yang memiliki kewenangan dalam mengatur administrasi kepegawaian seharusnya tidak berada dalam posisi yang berpotensi menguntungkan dirinya sendiri.

Hal ini, lanjutnya, merupakan masalah klasik dalam proses seleksi JPT di sejumlah daerah, di mana figur internal yang menguasai sistem kepegawaian memiliki peluang besar untuk mengarahkan dinamika seleksi ke arah tertentu.

Kecurigaan semakin menguat setelah beredar informasi mengenai aktivitas Endin beberapa hari sebelum penetapan sebagai calon Sekda.

“Apalagi sebelumnya ada sinyalemen, Endin sowan ke provinsi pada Selasa (25/11) dan ke Kemendagri pada Kamis (27/11). Jadi, sudah layakkah Endin menduduki posisi Sekretaris Daerah?” tanya Jamaluddin.

Meski sowan atau kunjungan koordinatif merupakan hal yang lazim dalam birokrasi, timing yang berdekatan dengan penetapan memunculkan tanda tanya. Aktivis menilai hal itu membuka spekulasi tentang lobi politik dan komunikasi informal yang dapat memengaruhi keputusan resmi.

Baca juga:  Diduga Abaikan Putusan MA Soal Ganti Rugi Rp11,8 Miliar, Walikota Bekasi Didesak Diperiksa Kejaksaan Agung

Melihat rangkaian dugaan kejanggalan tersebut, Jamaluddin mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk turun melakukan penyelidikan. Baginya, seleksi Sekda adalah jabatan strategis yang sangat menentukan arah birokrasi dan tata kelola pemerintahan daerah. Karena itu, prosesnya harus steril dari praktik manipulatif.

“Alangkah lebih baik KPK melakukan pengusutan, penyelidikan, dan penyidikan dalam seleksi Sekda Kabupaten Bekasi,” tegas Jamaluddin.

Menurutnya, jika dugaan ‘pengaturan nilai’ atau lobi-lobi politik itu benar, maka hal tersebut bukan hanya mencederai proses seleksi JPT, tetapi juga membahayakan kualitas pemerintahan Kabupaten Bekasi dalam jangka panjang.

Sebagai Sekretaris Daerah, Endin kini memegang peran strategis sebagai motor penggerak administrasi, koordinator seluruh perangkat daerah, pengendali anggaran, serta penjaga kesinambungan kebijakan bupati.

Oleh karena itu, berbagai kalangan menilai bahwa jabatan strategis tersebut harus diisi oleh figur yang memiliki integritas tinggi, bebas dari konflik kepentingan, dan lulus seleksi berdasarkan kompetensi murni — bukan berdasarkan relasi politik atau kedekatan birokratis.

Pelantikan Endin Samsudin yang disertai berbagai kritik ini menambah daftar panjang kontroversi proses seleksi pejabat publik di daerah. Kini, publik menunggu respons KPK, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, serta Kemendagri terhadap desakan penyelidikan atas dugaan ketidaknormalan dalam proses seleksi tersebut.

 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News