Ketua Umum Persatuan Pergerakan Jaringan Nasional Aktivis 98 (PPJNA 98) Anto Kusumayuda menilai langkah Presiden Prabowo Subianto merehabilitasi nama baik mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspadewi beserta dua mantan pejabat lain merupakan bukti bahwa pemerintah mau mendengar suara publik, khususnya desakan kelompok masyarakat sipil yang sejak awal menyoroti kejanggalan kasus tersebut.
Keputusan rehabilitasi ini tidak datang secara tiba-tiba. Menurut Anto, proses panjang yang melibatkan evaluasi, kajian hukum, serta masukan dari berbagai tokoh berpengaruh menunjukkan bahwa negara tengah berupaya membersihkan prosedur penegakan hukum dari potensi kriminalisasi dan salah sasaran. Ia juga menilai peran Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menjadi salah satu faktor penting dalam proses advokasi dan komunikasi politik yang menjembatani aspirasi masyarakat dengan pemerintah.
Rehabilitasi diberikan kepada: Ira Puspadewi, mantan Direktur Utama PT ASDP, Muhammad Yusuf Hadi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan, Harry Muhammad Adhi Caksono, mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan
Ketiganya sebelumnya terjerat perkara yang berkaitan dengan pengelolaan aset dan kebijakan internal perusahaan. Di tengah proses hukum yang berlangsung, sejumlah pihak mendesak agar pemerintah dan aparat penegak hukum transparan dan objektif menyikapi kasus tersebut. Salah satu sorotan utama ialah dugaan bahwa kebijakan korporasi yang bersifat manajerial justru diperlakukan sebagai tindak pidana, sehingga memicu polemik luas.
Anto Kusumayuda memuji keputusan Presiden Prabowo yang dinilai cepat, tegas, namun tetap mempertimbangkan prinsip keadilan substantif.
“Rehabilitasi ini bukti bahwa pemerintah mendengar suara rakyat. Banyak aktivis 98, akademisi, dan pegiat antikorupsi yang sejak awal menyuarakan adanya kejanggalan dalam kasus ASDP. Kini, negara hadir untuk mengoreksi,” ujarnya, Rabu (26/11/2025).
Anto mengatakan bahwa keputusan ini sekaligus menguatkan pesan bahwa pemerintahan Prabowo–Gibran tidak alergi kritik dan mau mengevaluasi proses hukum bila ditemukan indikasi ketidakadilan.
Salah satu hal yang disorot Anto adalah kontribusi Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad. Ia dinilai aktif mengumpulkan informasi, mendengarkan keluhan publik, dan menyampaikan berbagai masukan kepada pemerintah.
“Pak Dasco membantu mempercepat komunikasi. Beliau salah satu tokoh yang memahami betul bahwa kebijakan korporasi tidak boleh dipidana tanpa dasar yang kuat. Masukan ini sangat berarti sehingga pemerintah memperoleh gambaran utuh,” kata Anto.
Dasco disebut memainkan peran sebagai penghubung yang meredakan ketegangan, mendorong dialog, dan memastikan bahwa rekomendasi dari berbagai elemen masyarakat sampai kepada Presiden.
Anto memandang bahwa kasus yang menjerat mantan pimpinan ASDP sebenarnya merupakan salah satu contoh bagaimana kebijakan manajemen BUMN sering kali disalahartikan sebagai penyimpangan. Kebijakan seperti penilaian aset, penetapan tarif, dan strategi ekspansi bisnis sering kali memiliki ruang interpretasi yang luas, sehingga rentan diseret ke ranah pidana bila tidak dipahami secara komprehensif.
Dalam banyak kasus, keputusan direksi bersifat kolektif dan sering kali melibatkan pertimbangan komersial serta risiko bisnis yang normal terjadi dalam dunia korporasi.
Dengan adanya rehabilitasi ini, pemerintah secara tidak langsung menyampaikan pesan bahwa:
-Penegakan hukum harus berbasis bukti yang objektif, bukan tekanan, persepsi, atau kepentingan tertentu.
-Negara tidak boleh menghambat profesionalisme manajemen BUMN yang bertujuan mendorong efisiensi dan pertumbuhan.
-Dunia usaha perlu perlindungan hukum agar direksi dan pejabat korporasi tidak takut mengambil keputusan strategis.
-Langkah ini dinilai dapat memperkuat kepercayaan investor dan pelaku usaha terhadap stabilitas kebijakan pemerintah.
Publik menyambut baik keputusan rehabilitasi ini. Berbagai komunitas masyarakat, terutama di sektor transportasi laut dan logistik, menilai bahwa ASDP merupakan perusahaan strategis yang membutuhkan manajemen profesional tanpa intervensi penegakan hukum yang tidak tepat sasaran.
PPJNA 98 berharap keputusan ini menjadi momentum pembenahan lebih luas. Anto Kusumayuda menegaskan bahwa pemerintah harus terus berani mengoreksi proses hukum yang tidak sesuai standar.
“Kalau ada proses yang keliru, harus diluruskan. Rehabilitasi ini langkah maju. Ke depan, kami berharap seluruh aparat penegak hukum lebih berhati-hati dan proporsional dalam menangani kebijakan korporasi,” ujarnya.





