Direktur Pusat Kajian Strategis (Puskas) BAZNAS, M. Hasbi Zaenal, menjelaskan arah baru pendayagunaan zakat nasional seiring diterbitkannya Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 16 Tahun 2025 tentang Pendayagunaan Zakat untuk Usaha Produktif. Aturan ini menjadi payung hukum penting bagi BAZNAS dan LAZ dalam menyalurkan zakat secara lebih terukur, terencana, dan berdampak jangka panjang.
Hasbi menegaskan bahwa Indonesia, sebagai negara berdasar Pancasila dengan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, memiliki sistem pengelolaan zakat yang unik dan terintegrasi. Dalam Undang-Undang Pengelolaan Zakat, BAZNAS ditetapkan sebagai lembaga yang bertanggung jawab secara nasional dan melapor langsung kepada Presiden melalui Menteri Agama. Struktur ini diterjemahkan melalui BAZNAS provinsi, kabupaten/kota, serta Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang didirikan masyarakat.
“Indonesia memiliki lembaga zakat paling banyak di dunia, belum termasuk UPZ. Namun dari potensi zakat nasional, yang baru terkelola sekitar Rp41 triliun. Karena itu tata kelola harus aman syar’i, aman regulasi, dan aman NKRI,” ujar Hasbi dalam acara Forum Literasi Filantropi Vol 37 bertemakan “Dampak Zakat Bagi Kemasalahatan Umat” yang diadakan Akademizi, Rabu (19/11/2025).
PMA menegaskan zakat produktif hanya dapat diberikan setelah kebutuhan dasar mustahik terpenuhi. Ada proses seleksi dan skema prioritas agar pendayagunaan benar-benar efektif.
Bentuk bantuan pun variatif: modal usaha, peralatan produksi, pelatihan, pendampingan usaha, hingga beasiswa. Semua diarahkan untuk meningkatkan kemandirian ekonomi mustahik.
Hasbi menyoroti ketimpangan ekstrem di Indonesia, di mana kekayaan 50 orang setara dengan 50 juta warga Indonesia. Dalam konteks ini, zakat menjadi instrumen penting dalam penanggulangan kemiskinan.
“Kontribusi zakat terhadap penanggulangan kemiskinan mencapai 9,9 persen. Ada efek trickle down yang nyata ketika zakat disalurkan dengan benar,” kata Hasbi.
Ia menekankan bahwa bantuan zakat konsumtif tetap diperlukan untuk kebutuhan mendesak, namun program produktif memberi dampak jangka panjang agar mustahik berdaya dan mandiri.
Hasbi menegaskan bahwa PMA 16/2025 hadir bukan hanya sebagai aturan administratif, tetapi sebagai arah baru penguatan zakat produktif berbasis data, monitoring ketat, serta akuntabilitas publik. “Zakat harus efektif, efisien, dan berdampak. Ini bukan sekadar memberikan modal, tetapi memastikan usaha terus berjalan. Di sinilah pentingnya perencanaan, pengendalian, dan pelaporan,” tutupnya.
Direktur Utama Laz Griya Zakat Indonesia, Andreyas Eko Vantofy, menegaskan pentingnya penguatan branding lembaga zakat melalui program-program pemberdayaan yang memenuhi empat unsur kemaslahatan.
Menurut Andreyas, konsep kemaslahatan dalam pengelolaan zakat harus mencakup empat aspek utama. Pertama, manfaat bagi mustahik, bukan hanya dalam bentuk bantuan karitatif, tetapi juga pemberdayaan yang berkelanjutan. “Fokus kami bukan sekadar charity, tetapi bagaimana program bisa tumbuh dan berdampak jangka panjang,” ujarnya.
Kedua, prinsip keadilan dan pemerataan, sehingga manfaat zakat dapat dirasakan secara luas oleh berbagai kelompok masyarakat yang membutuhkan. Ketiga, efisiensi dan keberlanjutan, karena zakat tidak hanya berhenti pada pembagian sembako, tetapi harus dikelola menjadi program produktif yang meningkatkan kapasitas ekonomi mustahik.
Aspek keempat, kata Andreyas, adalah kemampuan zakat untuk mengurangi kemudaratan sosial, termasuk potensi kriminalitas yang lahir dari kemiskinan. “Jika program zakat dirancang dengan baik, ia bukan hanya membantu individu, tetapi juga mencegah masalah sosial,” tegasnya.
Dalam upaya memperkuat dampak sekaligus membangun citra lembaga, Griya Zakat menghadirkan dua program unggulan: Disabilitas Berdaya dan UMKM Berdaya.
Melalui Disabilitas Berdaya, lembaga memberikan keterampilan dan akses pendidikan bagi penyandang disabilitas usia produktif 15–50 tahun, termasuk bantuan alat kesehatan bagi mereka yang membutuhkan. Program ini memastikan penyandang disabilitas tetap mampu bersaing, terutama di era digital.
Sementara UMKM Berdaya ditujukan bagi para pelaku usaha yang telah memiliki usaha berjalan dan ingin memperluas pasar. Fokus diberikan pada UMKM dengan produk unggulan lokal dan potensi pengembangan yang kuat. “Tujuannya jelas, bagaimana usaha mereka bisa berkelanjutan dan meningkat secara ekonomi,” jelas Andreyas.
Ia menambahkan bahwa penguatan branding lembaga zakat tidak hanya melalui kampanye visual atau komunikasi publik, tetapi terutama melalui program yang nyata, berdampak, dan berkelanjutan. “Ketika program memberikan manfaat luas, maka branding lembaga akan menguat dengan sendirinya,” tutupnya.
Griya Zakat berharap kedua program ini dapat terus memperluas dampak sekaligus membuktikan bahwa lembaga zakat memiliki peran strategis dalam pembangunan ekonomi masyarakat.





