Kriminalisasi Aktivis dan Peneliti di Era Pemerintahan Prabowo

By Syafril Sjofyan *)

Kriminalisasi di kalangan aktivis dan peneliti di Indonesia sering terjadi. Banyak aktivis dan peneliti karena menyuarakan hak-hak masyarakat, melakukan aktivitas beropini yang dilindungi UUD dianggap menghasut. Pada era Jokowi, aktivis seperti Syahganda, Jumhur Hidayat dan Anton Permana, karena postingan mereka dianggap menghasut unjuk rasa tentang UU Cipta Kerja. Mereka ditangkap dan ditahan.

Begitu juga Edy Mulyadi jurnalis yang menyuarakan opininya tentang IKN langsung ditangkap. Tidak cukup demikian penangkapan Jumhur Hidayat aktivis buruh dalam keadaan sakitpun dilakukan seperti penangkapan teroris. Merekapun dan diborgol dan dipertontonkan oleh polisi sebagai penjahat kriminal, padahal mereka hanya beropini tentang hak-hak masyarakat.

Begitu juga Bambang Tri yang melakukan penelitian/ investigasi menerbitkan bukunya sebagai aktivis jurnalis senior, langsung ditangkap. Bahkan Gus Nur seorang ulama yang ingin memperkuat keyakinanya terhadap hasil penelitian Bambang Tri secara Islami pun di kriminalisasi dan langsung ditangkap. Sebenarnya sudah banyak berbagai aktivis dan peneliti lingkungan yang dikriminalisasi sebut saja Daniel Frits, Tubagus Budhi, Eva Bande, Jasmin, Heri Budiawan dll mereka dikriminalisasi ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara.

Demikianlah wajah hukum di Indonesia. Menunjukan bahwa dikalangan aktivis dan peneliti karena menyuarakan hak-hak masyarakat mencari kebenaran dikriminalisasi, dengan tujuan menghambat perjuangan mereka.

Terbaru di era Pemerintahan Prabowo juga terjadi kriminalisasi pada aktivis Hak Asasi Manusia seperti Delpedro Marhaen, Syahdan Husein dkk mereka dituduh menghasut dan melakukan anarki pada demo akhir Agustus 2025. Padahal dalang yang melakukan kerusakan dan pembakaran diperbagai kota sampai sekarang tidak mampu diungkap polisi. Pemicu demo skala besar diseluruh kota di Indonesia karena adanya aparat Brimob melindas pengemudi ojol sampai meninggal dunia, secara sadis disaksikan oleh seluruh masyarakat yang membuat masyarakat mendidih, dan turun kejalan, bukan karena dihasut.

Sugeng Teguh Santoso dari Police Watch dalam dialog di media TV Nasional menyatakan mereka tersebut apes. Mereka jadi kambing hitam terhadap ketidak mampuan polisi mengatasi/ mengusut kerusuhan dan pembakaran secara tuntas. Ini sungguh perbuatan keji. Walaupun Sugeng menenangkan ibunda Delpedro bahwa nanti mereka akan jadi tokoh, sebagaimana banyak aktivis yang ditahan. Tapi pembungkaman suara masyarakat terjadi. Demokrasi mati. Apalagi mereka anak-anak muda yang cerdas. Aktivis peduli hak azasi manusia, yang sangat diharapkan karya mereka oleh masyarakat yang tertindas. Harus dikerangkeng. Sungguh mengenaskan. Sebagai korban kriminalisasi. Aktivis yang tidak bersalah dikorbankan.

Baca juga:  Demokrasi Harimau dan Konstitusi Ular

Ternyata Pemerintahan Prabowo melakukan cara yang sama menindak para aktivis dan peneliti seperti era Jokowi. Melakukan tindakan kriminalisasi terhadap para aktivis TPUA dan Peneliti tiga serangkai Roy Suryo, Rismon dan Tifauzia menjadi tersangka sangat janggal. Karena Ijazah Jokowi yang mereka persoalkan belum dibuktikan asli oleh Pengadilan. Selalu disembunyikan oleh Jokowi terhadap masyarakat, beberapa proses pengadilan dilewati oleh Jokowi dengan keukeuh tidak mau memperlihatkan.

Jokowi selalu mengelak untuk membuktikan dipengadilan, walaupun beberapa pengadilan terjadi di Solo dan Jogya sengaja dilewati. Bahkan Bareskrim menghentikan laporan TPUA untuk membuktikan keaslian Ijazah Jokowi sampai ke pengadilan. Langkah yang dilakukan TPUA juga dalam koridor hukum, pertama mereka dumas ke Bareskrim pada Desember 2024, kedua mereka menyurat ke UGM untuk bisa diterima pada 15 April 2025 meminta kejelasan tentang keabsahan Ijazah Jokowi yang mereka curigai tapi ternyata UGM tidak bisa memperlihatkan Ijazah, malah skripsi jokowi yang diperlihatkan pun bermasalah.

Mereka aktivis TPUA juga menyurat ke Jokowi untuk izin datang berkunjung melihat ijazah Jokowi, Jokowi menolak memperlihatkan, hanya memperlihatkan ke wartawan dengan permintaan tidak boleh di foto.
Kemudian Jokowi melaporkan mereka yang ingin pembuktian Ijazah Jokowi tersebut dilaporkan ke Polda Metro.

Di Polda Metro penyelidikan polisi banyak ketidak sesuaian dengan locus dan tempus. Setelah adanya pernyataan Prabowo dalam peresmian Pabrik Kimia bahwa Jokowi hopengnya Prabowo. Masyarakat boleh saja berpraduga. Polda Metro langsung menjadikan 8 tersangka. Bahkan penyidik polisi mencantumkan pasal-pasal yang mengerikan dengan hukuman 6 sampai 12 tahun.

Baca juga:  Rakyat Doakan Prabowo Sehat, Jangan Sampai Diganti Gibran di Tengah Jalan

Sesuatu hal yang janggal buat aktivis TPUA yang mencari kebenaran secara prosedur hukum. Begitu juga dengan peneliti hasil penelitiannya telah mereka dibukukan dan diserahkan kepada Presiden Prbowo melalui Sekneg dan kerumahnya Presiden Prabowo melalui satpam. Seharusnya sudah ada jalan keluar yang bijak. Bukan menjadikan mereka tersangka.

Apalagi dengan sangkaan merubah dokumen ijazah Jokowi. Sehingga penyidik menyelipkan UU ITE pasal 32 dan pasal 35, dengan hukuman berat 8 dan 12 tahun. Padahal tidak satupun mereka merubah ijazah yang mereka dapatkan dari sosial media dan terakhir dari KPU.

Dr. Refli Harun pakar Hukum juga merasa aneh bahwa pasal tentang berita bohong ditiadakan oleh penyidik polisi. Hal ini ditenggarai oleh Refli ini semacam rekayasa agar pengadilan tidak memeriksa keaslian ijazah Jokowi. Berarti skeanrio hukum yang sudah dirancang sejak awal. Demi ijazah Jokowi yang diragukan dan diteliti tersebut.

Kriminalisasi terhadap mereka sangat kasar dengan tujuan pembungkaman bahkan mungkin dengan penahanan, apalagi Roy, Rismon dan Tifa juga sedang meneliti rangkaian pendidikan anaknya Jokowi, Gibran yang sedang menjabat wakil presiden, yang juga adanya kejanggalan, dimana Gibran tidak punya ijazah SMA.

Ini wajah hukum kita saat ini tidak jauh berbeda era Prabowo dangan era Jokowi. Masih terjadi rekayasa untuk kriminalisasi hanya untuk melindungi seseorang. Menyedihkan. Kalau hukum hanya berpihak kepada hopeng. Kapan Indonesia akan maju. Jika diikuti di social media netizen banyak percaya Ijazah Jokowi palsu. Melalui poling beberapa tokoh mencapai 90% percaya ijazah Jokowi palsu. Karena Jokowi selalu menyembunyikan ijazahnya. Whar next. Akan tegak kah hukum di era Prabowo?

Bandung, 8 Nopember 2025
*) Pengamat Kebijakan Publik, Aktivis Pergerakan 77-78

Simak berita dan artikel lainnya di Google News