Pertemuan tak terduga antara ulama karismatik Abu Bakar Ba’asyir dengan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad di Gedung DPR RI menuai sorotan publik. Ketua Umum Perhimpunan Persatuan Jaringan Nasional Aktivis 98 (PPJNA 98), Anto Kusumayuda, menilai pertemuan tersebut merupakan momentum penting bagi persatuan dan rekonsiliasi nasional.
Menurut Anto, pertemuan dua figur yang memiliki latar belakang dan perjalanan berbeda itu justru menegaskan makna besar dari semboyan Bhinneka Tunggal Ika. “Pertemuan Abu Bakar Ba’asyir dan Sufmi Dasco Ahmad adalah langkah nyata menuju persatuan bangsa Indonesia. Ini bukan sekadar silaturahmi biasa, tetapi simbol bahwa semua anak bangsa, dari latar belakang apa pun, bisa duduk bersama demi kepentingan nasional,” kata Anto dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (31/10).
Anto mengungkapkan bahwa Abu Bakar Ba’asyir secara tegas menegaskan komitmennya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Ba’asyir menyampaikan secara terbuka bahwa dirinya bagian dari NKRI dan menghormati Bendera Merah Putih. Ini pernyataan yang sangat penting bagi bangsa kita. Artinya, narasi-narasi ekstremisme dan perpecahan sudah ditinggalkan,” ujar Anto.
PPJNA 98 memandang pernyataan Ba’asyir tersebut sebagai bukti transformasi pemikiran dan kedewasaan spiritual seorang tokoh yang dulu kerap diidentikkan dengan pandangan keras.
“Kita perlu menilai dengan jernih. Setiap manusia punya ruang untuk berubah. Ketika seorang tokoh seperti Ba’asyir berbicara tentang hormat kepada Merah Putih, itu adalah pesan kuat untuk seluruh umat agar meneladani semangat persatuan,” tambahnya.
Sementara itu, Sufmi Dasco Ahmad dinilai PPJNA 98 sebagai tokoh pemersatu bangsa yang mampu menjembatani berbagai kelompok sosial, politik, dan agama. “Dasco adalah sosok politisi yang berkarakter nasionalis-religius. Beliau memiliki kemampuan menjalin komunikasi lintas kelompok, baik dengan kalangan pesantren, aktivis, maupun tokoh-tokoh pergerakan 98,” ujar Anto.
Menurutnya, Dasco tidak hanya memandang politik sebagai arena kekuasaan, melainkan juga sebagai sarana memperkuat tali kebangsaan. “Pertemuan dengan Abu Bakar Ba’asyir adalah refleksi dari peran Dasco sebagai mediator nasional. Ia menempatkan dirinya di tengah, bukan di kutub mana pun. Ini yang dibutuhkan Indonesia saat ini,” tegas Anto.
Anto menilai, pertemuan tersebut sejalan dengan semangat pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang mengedepankan rekonsiliasi nasional pasca-pemilu. “Kita tidak boleh terus terjebak pada dikotomi masa lalu: siapa kawan, siapa lawan. Yang dibutuhkan sekarang adalah healing nasional. Dan langkah Dasco menemui tokoh-tokoh lintas pandangan adalah bagian dari strategi memperkuat stabilitas politik dan sosial,” katanya.
Lebih lanjut, Anto menyebut PPJNA 98 mendukung langkah-langkah dialogis yang membuka ruang komunikasi antara pemerintah dan tokoh-tokoh masyarakat yang selama ini berada di luar lingkar kekuasaan. “Pendekatan humanis dan dialog seperti ini justru memperkecil ruang radikalisasi. Ketika negara hadir dengan tangan terbuka, rakyat akan merasa dilibatkan,” tambahnya.
PPJNA 98 sendiri dikenal sebagai wadah aktivis reformasi 1998 yang kini banyak berkiprah di berbagai bidang pemerintahan, sosial, dan politik. Menurut Anto, semangat gerakan 98 tetap sama: memperjuangkan demokrasi, keadilan, dan persatuan bangsa. “Kami, para aktivis 98, tetap teguh pada cita-cita reformasi: menjaga NKRI dan mendorong pemerintahan yang inklusif,” ujarnya.
Ia menegaskan, bangsa Indonesia membutuhkan figur-figur seperti Dasco yang mampu menjadi “penjaga jembatan” antara masa lalu dan masa depan. “Ba’asyir adalah bagian dari sejarah umat Islam Indonesia. Dasco adalah bagian dari generasi baru politik Indonesia. Ketika keduanya bertemu, itu simbol kesinambungan dan kedewasaan bangsa,” tutur Anto.
Pertemuan Ba’asyir dan Dasco, menurut Anto, harus dibaca bukan sebagai isu politik semata, tetapi sebagai momen spiritual kebangsaan. “Bangsa ini sudah cukup lelah dengan polarisasi. Sudah saatnya kita membangun kembali persatuan dengan mengedepankan saling menghormati dan berdialog,” katanya.
PPJNA 98 mengajak seluruh elemen bangsa untuk melihat momentum ini sebagai sinyal positif bahwa perbedaan bukanlah alasan untuk berjarak. “Justru di tengah perbedaan itu, kita menemukan kekuatan sejati bangsa Indonesia — kekuatan untuk bersatu,” pungkas Anto Kusumayuda.

 
																						


