Mustari SBK: Perseteruan Purbaya Vs Dedi Mulyadi Hanya Salah Paham Data, Bukan Salah Kelola

Publik dibuat bingung oleh perdebatan panjang antara Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) soal dana triliunan rupiah milik Pemprov Jabar yang disebut “mengendap” di bank. Isu ini semakin ramai dibicarakan setelah keduanya saling berbalas komentar di media.

Pengamat politik Mustari SBK mencoba memecahkan polemik ini lewat sudut pandang unik: “Analisa Ekonomi Guru Matematika.” Menurutnya, seluruh persoalan ini sebenarnya bisa dijelaskan dengan logika sederhana yang bahkan bisa diajarkan di kelas SMA.

SBK menjelaskan bahwa sumber perseteruan berasal dari dua jenis data yang digunakan oleh kedua pejabat tersebut.

Versi Purbaya melihat dari data makro Bank Indonesia (BI), mencakup seluruh dana berlabel Pemprov Jabar, termasuk dana BLUD seperti rumah sakit yang otonom secara keuangan. Angkanya mencapai Rp 4,17 triliun.

Versi KDM melihat dari data mikro, yaitu rekening kas utama daerah (RKUD) yang siap digunakan untuk operasional pemerintahan. Nilainya sekitar Rp 3,8 triliun, kemudian diverifikasi BI menjadi Rp 2,4 triliun.

“Keduanya tidak salah, hanya membaca laporan yang berbeda,” kata Mustari, Ahad (26//10/2025). Namun, karena narasi ‘dana mengendap’ sudah terlanjur viral, publik akhirnya menilai seolah-olah ada kesalahan kelola yang disengaja.

SBK menilai sikap KDM yang memverifikasi data dan mengancam pejabat lalai adalah bentuk akuntabilitas, sementara gaya komunikasi Purbaya yang terbuka ke publik menunjukkan transparansi. Sayangnya, perdebatan keduanya di ruang publik berpotensi mengaburkan esensi etika antar-lembaga.

Baca juga:  Purbaya: Rakyat Lebih Makmur di Era SBY Dibandingkan Era Jokowi

Ketika KDM menyebut dana Pemda disimpan di rekening giro, Purbaya menanggapi bahwa hal itu “malah lebih rugi lagi”.

SBK menjelaskan bahwa perbedaan ini berkaitan dengan logika pengelolaan keuangan daerah.

Giro berfungsi sebagai dompet operasional harian. Bunganya rendah (0–2%), tapi sangat likuid.

Deposito bersifat investasi berjangka, dengan bunga lebih tinggi (3–4%), namun tidak bisa dicairkan sewaktu-waktu.

“Logika KDM benar untuk dana operasional. Tapi logika Purbaya juga benar, karena kalau uang triliunan rupiah dibiarkan menganggur di giro selama berbulan-bulan, daerah kehilangan potensi pendapatan miliaran rupiah,” jelas SBK.

Menurutnya, bunga deposito masuk sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah berdasarkan PP Nomor 12 Tahun 2019. Maka, kritik Purbaya sejatinya bukan soal tuduhan mencari untung, tapi tentang optimalisasi aset publik.

SBK bahkan mengajak masyarakat membayangkan kasus ini sebagai soal pelajaran:

“Jika sebuah Pemda punya dana Rp 1 triliun yang tidak terpakai selama setahun, bunga giro 1,9% memberi Rp 19 miliar, sedangkan deposito 3,5% memberi Rp 35 miliar. Selisih Rp 16 miliar per tahun bisa untuk membangun ratusan ruang kelas baru.”

Inilah yang disebut opportunity cost — biaya kesempatan yang hilang karena pengambilan keputusan yang kurang optimal.

SBK menyimpulkan, perdebatan kini bergeser dari soal data menjadi perang prinsip dan gaya komunikasi.

Baca juga:  Sebut Era SBY Rakyat Lebih Makmur Dibanding Era Jokowi, Laskar Cinta Jokowi Desak Presiden Prabowo Copot Purbaya

-KDM mengutamakan likuiditas agar dana operasional selalu siap.

-Purbaya menekankan optimalisasi agar uang negara tidak diam tanpa hasil.

“Dua-duanya benar, hanya berbeda titik fokus. Tapi karena cara komunikasinya keras dan saling serang, publik jadi melihat ini seperti drama politik, padahal isinya debat teknis manajemen kas,” ujarnya.

SBK menegaskan bahwa inti masalah bukanlah siapa yang benar atau salah, tetapi kenapa dana daerah masih banyak yang belum terserap. Lambatnya proses birokrasi, lelang, dan perencanaan anggaran menjadi akar dari dana mengendap tersebut.

“Solusi idealnya sederhana: dana jangka pendek disimpan di giro, dan kelebihan kas yang tidak terpakai bisa diinvestasikan di deposito. Dengan begitu, uang negara tetap produktif tanpa mengganggu operasional,” jelas Mustari.

SBK menutup analisanya dengan pesan menyejukkan:

“Keduanya orang hebat yang sedang berjuang memperbaiki sistem keuangan bangsa. Jangan saling menjatuhkan. Yang harus kita lawan bersama adalah para koruptor yang justru diam-diam menggerogoti kas negara.”

Ia berharap publik, terutama para pendukung KDM maupun Purbaya, bisa melihat perdebatan ini sebagai proses pembelajaran nasional tentang manajemen kas yang efisien dan transparan.

“Yuk, udahan perang datanya. Saatnya duduk bareng, sinkronkan data, dan perkuat sistem keuangan publik kita,” pungkas SBK.

 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News