Politikus Demokrat Tuding Habaib dan Eks HTI di Balik Penghina Pesantren di Trans7

Pernyataan mengejutkan datang dari politikus Partai Demokrat, Rommi Irawan, yang menuding adanya keterlibatan kelompok eks Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan sejumlah habaib di balik tayangan kontroversial di salah satu program Trans7 yang dinilai menghina pesantren.

Menurut Rommi, tayangan tersebut tidak sekadar insiden biasa atau kesalahan redaksi semata, melainkan ada pola yang sistematis untuk merendahkan lembaga pendidikan Islam tradisional yang selama ini menjadi benteng akidah dan kebangsaan.

“Yang menghina pesantren di Trans7 itu fix eks HTI pendukung khilafiyah. Lihat para pembawa acaranya. Ada yang sejak lama punya pandangan sinis terhadap dunia pesantren dan ulama-ulama NU,” ujar Rommi di akun media sosial, Selasa (21/10/2025).

Baca juga:  Minta Demokrat Segera Deklarasi Pencapresan Anies, Aam Sapulete: Ahmad Ali NasDem Jangan Lakukan Provokasi Politik

Lebih lanjut, Rommi juga menyinggung fenomena klaim nasab habaib atau keturunan Nabi Muhammad SAW yang menurutnya kerap digunakan untuk membungkus agenda politik identitas.

Ia bahkan secara terbuka menyerukan kampanye yang disebutnya sebagai #AyoTesDNA, untuk memastikan keabsahan klaim garis keturunan tersebut.

Menurut Rommi, hal ini bukan bentuk penghinaan, melainkan justru langkah menjaga kemuliaan dan kejujuran terhadap nasab Rasulullah SAW.

“Kalau saya, justru ingin menjaga kemuliaan Nabi SAW. Siapa pun yang mengaku cucu Nabi, harus berani tunjukkan bukti. Jangan sampai kemuliaan Rasulullah dipakai alat untuk menipu umat,” ujarnya.

Baca juga:  Gus Fuad Plered Merokok ketika Menghadapi Umat Islam Yogyakarta yang Minta Tabayyun

Pernyataan itu sontak memantik perdebatan di media sosial. Tagar #AyoTesDNA menjadi perbincangan panas, terutama di kalangan aktivis muda Islam dan komunitas pesantren. Sebagian mendukung langkah Rommi sebagai bentuk transparansi, sebagian lain menilai pernyataan tersebut terlalu menyinggung simbol keagamaan.

Isu tentang infiltrasi eks HTI di ruang publik sebenarnya bukan hal baru. Sejak pembubaran resmi organisasi itu pada 2017, berbagai pihak menilai ideologi khilafah masih terus disebarkan melalui jalur media sosial, majelis, hingga konten hiburan.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News