IAW Desak KPK dan Kejagung Panggil PT NHM: BPK Sudah 10 Tahun Peringatkan Pola Pelanggaran BBM

Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) segera memanggil H. Robert Nitiyudo Wachjo, pemilik saham utama PT Nusa Halmahera Minerals (NHM) dan PT Indotan Halmahera Bangkit.

Iskandar menilai, temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selama satu dekade terakhir sudah berulang kali menyoroti pola pelanggaran serupa, terutama terkait penjualan BBM industri dan non-subsidi oleh Pertamina di bawah harga jual dasar (bottom price).

“Negara tak boleh lagi berpura-pura buta. BPK sudah menemukan, mencatat, dan merekomendasikan koreksi sejak 2014, tapi pola ini tetap dibiarkan. Itu jelas merugikan keuangan negara,” tegas Iskandar dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (21/10/2025).

Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kinerja BPK atas Pertamina 2018–2023, tercatat indikasi kerugian negara Rp14,06 miliar terkait transaksi dengan PT NHM dan mitra seperti PT Antam Tbk.

Polanya tetap sama dari tahun ke tahun: penjualan BBM di bawah harga dasar tanpa koreksi finansial yang memadai.

“Pertamina sudah direkomendasikan untuk menertibkan penjualan di bawah bottom price dan mengenakan denda kepada pembeli. Tapi kalau rekomendasi BPK terus diabaikan, berarti ada yang menikmati keuntungan ilegal secara sadar,” ujar Iskandar.

Baca juga:  Pendiri Startup Bermasalah Jadi Komisaris BUMN MIND ID, IAW: Kementerian BUMN Gagal Pasang Sistem Blacklist!

Selain potensi kerugian negara, IAW juga menyoroti dugaan suap Rp5,5 miliar yang menyeret nama Haji Robert dalam kasus perizinan tambang di Maluku Utara.

“Meski Gubernur Abdul Ghani Kasuba sudah wafat, penyidikan tak boleh berhenti. Uang dan izin tidak mati bersama pelakunya. KPK wajib melacak aliran dana dan tanggung jawab korporasi,” tegasnya.

Empat Perspektif Hukum: Dari Tipikor hingga Audit Negara

1. UU Tindak Pidana Korupsi (UU 31/1999 jo. 20/2001)
Temuan BPK soal penjualan di bawah bottom price bisa menjadi bukti permulaan kuat untuk jerat pelaku dengan Pasal 2 dan 3 UU Tipikor — perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara.

2. UU Migas (UU 22/2001)
Pelanggaran terhadap ketentuan harga jual dasar (bottom price) adalah cacat tata niaga energi. Dengan pola berulang, PT NHM diduga menikmati harga di bawah standar pemerintah, melanggar prinsip transparansi niaga migas.

3. UU Perseroan Terbatas (UU 40/2007)
Berdasarkan Pasal 97 ayat (3) dan Pasal 104, direksi dan pemegang saham pengendali seperti H. Robert bisa dimintai pertanggungjawaban pribadi atas transaksi yang merugikan BUMN.

4. UU Pemeriksaan Keuangan Negara (UU 15/2004 & 15/2006)
LHP BPK bukan sekadar rekomendasi administratif, tetapi alat bukti hukum yang dapat menjadi dasar penyidikan. Dalam audit Pertamina 2018–2023, BPK menemukan:

Baca juga:  IAW Sebut Kuota Internet Hangus Adalah Kejahatan Ekonomi, Rp613 Triliun Uang Rakyat Diduga Raib Sejak 2010

-Penjualan solar non-subsidi tak sesuai bottom price

-Penyimpangan distribusi dan stok BBM industri

-Potensi kerugian negara berulang dari selisih harga

Langkah Konkret yang Didesak IAW

Iskandar mengajukan empat langkah strategis untuk menindaklanjuti temuan BPK:

1. Kejagung memeriksa seluruh dokumen transaksi BBM antara Pertamina dan PT NHM sesuai rekomendasi audit negara.

2. KPK memperluas penyidikan dugaan suap Rp5,5 miliar menjadi investigasi “grand corruption” di sektor tambang.

3. BPK dan BPKP melakukan audit forensik lintas periode untuk menghitung total kerugian negara.

4. Pertamina diwajibkan menyerahkan semua kontrak jual-beli dan menagih denda kepada pembeli seperti PT NHM.

“Selama 10 tahun BPK sudah kasih peta harta karun bagi penegak hukum. Kalau rakyat kecil beli solar saja bisa diawasi, maka konglomerat tambang apalagi. Negara jangan pura-pura tidak tahu,” tegas Iskandar.

Menurutnya, keadilan fiskal hanya bisa ditegakkan jika korporasi besar juga tunduk pada hukum, bukan berlindung di balik kekuasaan atau celah regulasi.

“Eksekusi terhadap rekomendasi BPK adalah ukuran keberanian hukum. Bukan sekadar pidato, tapi tindakan nyata,” tutupnya.

 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News