Kritik Keras Politikus Demokrat Terhadap Kereta Cepat Jakarta-Bandung

Politikus Partai Demokrat, Didi Irawadi Syamsuddin, melontarkan kritik tajam terhadap proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung yang selama ini dijadikan simbol kemajuan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurutnya, proyek tersebut bukan hanya mencerminkan ambisi untuk melaju cepat secara fisik, tetapi juga menggambarkan pembengkakan biaya, utang, dan klaim keberhasilan yang dinilai berlebihan.

“Indonesia akhirnya punya kereta cepat. Tapi sayangnya, yang cepat bukan cuma lajunya — juga pembengkakan biayanya, utangnya, dan klaim keberhasilannya,” ujar Didi Irawadi, Kamis (16/10/2025).

Ia menyoroti perubahan besar dari janji awal proyek yang disebut-sebut akan dibiayai tanpa menggunakan dana negara, menjadi proyek yang justru menelan suntikan dari APBN. “Dulu dijanjikan tanpa beban APBN, tapi sekarang justru rakyat ikut menanggung. Dari USD 6 miliar membengkak jadi lebih dari USD 8 miliar. Ini ironi dari slogan ‘tanpa uang rakyat’,” tegasnya.

Baca juga:  Jokowi Ketipu Proyek Kereta Cepat China Jakarta-Bandung, Ini Buktinya

Lebih dari 75 persen pembiayaan proyek ini bersumber dari pinjaman China Development Bank (CDB). Dengan bunga dan tenor panjang, Didi mengingatkan adanya risiko jebakan utang yang bisa membebani generasi mendatang. Ia mengutip peringatan pengamat transportasi Agus Pambagio dan mantan Menteri ESDM Ignasius Jonan yang sejak awal menilai proyek ini tidak efisien.

“Sekarang utangnya Rp116 triliun — bom waktu yang akan dibayar anak cucu kita,” kata Agus Pambagio dalam pernyataannya yang juga dikutip Didi.

Selain persoalan utang, Didi menyoroti harga tiket yang tinggi, berkisar antara Rp250 ribu hingga Rp350 ribu per perjalanan. Menurutnya, tarif tersebut menjadikan kereta cepat jauh dari jangkauan masyarakat kebanyakan. “Bagi banyak warga, kecepatan 40 menit bukan kebutuhan, tapi kemewahan. Di pelosok negeri, masih banyak pelajar menyeberangi sungai tanpa jembatan dan ribuan jalan desa rusak. Negara ini lebih sibuk membangun simbol kemajuan daripada pondasi kesejahteraan,” ujarnya.

Secara teknis pun, Didi menilai proyek ini tidak efisien karena rute berhenti di Padalarang, bukan di pusat kota Bandung. “Untuk jarak segitu, kereta cepat tidak efisien. Tidak akan sebanding antara biaya dan manfaatnya,” kata Jonan yang dikutipnya.

Baca juga:  Jokowi Sudah Groundbreaking, Kereta Cepat Jakarta-Bandung Mangkrak

Lebih jauh, Didi juga menyoroti lemahnya transparansi dan akuntabilitas publik terkait proyek ini. Menurutnya, hingga kini masyarakat belum mendapatkan akses penuh terhadap isi kontrak dan struktur pembiayaan. “Proyek publik semestinya disertai keterbukaan, bukan berlindung di balik label ‘proyek strategis nasional’,” ucapnya.

Ia menutup pernyataannya dengan sindiran tajam terhadap para pengambil keputusan di balik proyek tersebut. “Kereta cepat boleh melaju 350 km/jam, tapi tanggung jawab moral Jokowi dan para pejabat terkait tidak boleh selambat ini. Setiap kilometer rel adalah cicilan masa depan, setiap bunga pinjaman adalah beban generasi mendatang,” tutup Didi.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News