Koordinator Kajian Politik Merah Putih, Sutoyo Abadi, menegaskan bahwa agenda reformasi Kepolisian yang sejati harus menempatkan Polri di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Usulan ini, menurutnya, merupakan bagian penting untuk mengembalikan fungsi Polri sebagai aparat sipil yang fokus menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, bukan sebagai lembaga superpower yang berdiri sendiri di bawah Presiden.
“Reformasi kepolisian yang sejati menempatkan Polri di bawah Kemendagri. Fungsi Polri lebih ke sipil dalam menjaga keamanan dalam negeri. Begitu juga anggarannya dari Kemendagri,” kata Sutoyo Abadi dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (15/10/2025).
Sutoyo menilai selama ini Polri memiliki kewenangan dan anggaran yang terlalu besar, sehingga sering kali tidak terkontrol secara efektif oleh sistem pemerintahan sipil. Kondisi ini menyebabkan potensi penyalahgunaan wewenang, tumpang tindih dengan fungsi lembaga lain, serta mengaburkan batas antara fungsi keamanan dan politik.
“Selama ini polisi di bawah presiden terlalu besar kewenangannya dan anggarannya. Akibatnya, fungsi kontrol melemah dan profesionalitas menurun,” ujarnya.
Menurut Sutoyo, jika Polri ditempatkan di bawah Kemendagri, maka pengawasan publik dan parlemen akan lebih kuat, karena seluruh kebijakan dan anggaran dapat diawasi bersama dengan sektor pemerintahan daerah. Dengan demikian, posisi kepolisian bisa kembali pada esensi pelayanan publik — bukan alat kekuasaan.
Sutoyo menegaskan bahwa langkah ini tidak dimaksudkan untuk melemahkan Polri, tetapi justru memperkuat demokrasi dan supremasi sipil. Ia menilai model kepolisian sipil yang berada di bawah kementerian telah diterapkan di sejumlah negara demokratis seperti Jepang dan beberapa negara Eropa, di mana koordinasi keamanan dalam negeri dijalankan bersama pemerintah daerah.
“Kalau Polri berada di bawah Kemendagri, maka orientasinya bukan lagi kekuasaan, tapi pelayanan publik. Ini akan membuat aparat lebih dekat dengan rakyat, lebih transparan, dan lebih akuntabel,” tegasnya.
Selain itu, Sutoyo juga mengingatkan bahwa semangat reformasi 1998 seharusnya tidak berhenti pada pemisahan Polri dari TNI, tetapi harus berlanjut ke reformasi kelembagaan yang menjamin kontrol sipil atas aparat penegak hukum.
Sutoyo menilai penempatan Polri di bawah Kemendagri juga akan memperkuat desentralisasi sistem keamanan. Pemerintah daerah bisa berkoordinasi langsung dengan jajaran kepolisian setempat dalam penanganan konflik sosial, bencana, dan ketertiban umum.
“Pemerintah daerah akan memiliki posisi lebih kuat untuk berkoordinasi dengan aparat keamanan. Itu penting agar kebijakan keamanan bisa menyesuaikan kebutuhan lokal, bukan semata perintah pusat,” jelasnya.
Dari sisi anggaran, ia menilai integrasi di bawah Kemendagri akan menekan duplikasi belanja dan meningkatkan efisiensi fiskal. Dengan mekanisme pengawasan DPR yang lebih terbuka, transparansi penggunaan dana publik di tubuh Polri akan lebih mudah dikontrol.
Wacana ini memang bukan tanpa kontroversi. Secara hukum, posisi Polri sebagai lembaga yang langsung berada di bawah Presiden diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Karena itu, jika wacana Sutoyo ingin diwujudkan, perlu dilakukan perubahan undang-undang bahkan kajian konstitusional mendalam.
Wacana menempatkan Polri di bawah Kemendagri bisa dibaca sebagai upaya mengembalikan moral institusi dan memastikan fungsi kepolisian benar-benar menjadi pelindung dan pengayom masyarakat, bukan alat politik penguasa.
Bagi Sutoyo Abadi, inilah momen penting untuk melakukan koreksi besar. Ia menegaskan bahwa Presiden Prabowo Subianto harus berani mengambil langkah nyata dalam reformasi kelembagaan Polri, agar tidak lagi menjadi “negara dalam negara.”
“Polri harus kembali menjadi bagian dari sistem pemerintahan sipil, bukan kekuatan politik tersendiri. Reformasi struktural ini penting agar Indonesia benar-benar memiliki polisi rakyat, bukan polisi kekuasaan,” tandasnya.
Dengan tekanan publik yang terus meningkat dan kebutuhan akan tata kelola keamanan yang lebih akuntabel, gagasan Kajian Politik Merah Putih ini diperkirakan akan memicu debat nasional baru tentang arah reformasi Polri — antara mempertahankan model yang ada atau mengubahnya menjadi sistem kepolisian sipil di bawah Kemendagri.