Oleh : Sholihin MS (Pemerhati Social dan Politik)
Saat Jokowi berkuasa, Jokowi dan Luhut sangat digdaya dalam mengomandani seluruh bawahannya, seolah seorang Raja dan Panglima Tinggi (Seperti Fir’aun dan Hamman) yang titahnya sangat absolut tidak boleh dibantah, walapun hampir semua kebijakannya bukan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, tapi sekedar menyenangkan penjajah China dan oligarki Taipan, dan tentu saja karena mendapat kucuran fee yang tidak sedikit. Sepertinya hampir semua proyek di era Jokowi tidak menggunakan audit kredibel, apalagi audit internasional
Sangat wajar jika saat ini kereta Whoosh Jakarta Bandung (KCJB) menghadapi masalah (kerugian teiliunan), orang yang paling harus bertanggung jawab adalah Jokowi dan Luhut. Mereka berdua sudah menikmati enaknya, tentu harus mau menanggung pahitnya.
Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) adalah proyek ambisi dan pencitraan, sebuah kebijakan yang sembrono dari Jokowi dan Luhut, tanpa memperhatikan kemampuan negara (APBN), prospek kemanfaatan, dan kondisi ekonomi yang sedang terpuruk, serta bahayanga intervensi China.
Diduga, pemaksaan proyek kereta cepat Whoosh Jakarta- Bandung karena ada beberapa kepentingan pribadi Jokowi dan Luhut :
Pertama, Proyek KCJB ini bagian dari “barter” kepentingan China yang telah menggelontotkan dan triliunan kepada Jokowi
Kedua, Diduga Jokowi dan Luhut menerima fee dari pengadaan proyek KCJB ini
Ketiga, Proyek KCJB hanya sebagai wujud kedunguan Jokowi dan Luhut yang dijadikan proyek pencitraan dan gagah-gagahan Jokowi agar dikenang sebagai Presiden yang sukses, tanpa memperhitungkan dampak kerugian dan ketidakmampuan membayar
Keempat, Jokowi dan Luhut diduga salah kalkulasi terhadap animo pengguna kereta Whoosh sehingga menganggap pengunaan dana yang sangat besar akan bisa segera untung atau minimal break event point
Kelima, Adakah Jokowi dan Luhut merasa kekuadaannya akan berkepanjangan sehingga tidak menyadari ketika sudah berganti Presiden, seluruh keputusan adalah wewenang Presiden yang baru ?
Jokowi dan Luhut sudah terlalu banyak membangkrutkan negara, jangan biarkan kedua penjahat itu terus dibiarkan ikut mengatur negara lagi.
Keputusan Purbaya untuk tidak membayar hutang KCJB dengan mengambil dana APBN adalah keputusan yang tepat, karena pemasukan APBN sebagian besarnya adalah dari pengorbanan rakyat kecil.
Prabowo dituntut untuk berani ambil keputusan demi menyelamatkan bangsa dan negara, walaupun harus “berperang” melawan Jokowi dan Luhut.
Jika Jokowi dan Luhut masih terus ikut cawe-cawe dalam menentukan kebijakan pemerintahan Prabowo, Indonesia akan terus terpuruk tidak akan bisa bangkit.
Jika Prabowo membuat keputusan yang benar walaupun beresiko, rakyat akan mendukung penuh di belakangnya.
Bandung, 21 R. Akhir 1447