Habib Umar Alhamid: MBG Program Istimewa, Tapi Tidak Didukung Mekanisme yang Baik

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi salah satu kebijakan unggulan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mendapat sorotan serius dari berbagai kalangan. Salah satunya datang dari Ketua Umum Generasi Cinta Negeri (Gentari), Habib Umar Alhamid, yang menilai program tersebut sebenarnya sangat istimewa dan visioner, namun belum ditopang oleh mekanisme pelaksanaan yang baik dan terukur.

Dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Habib Umar mengatakan bahwa ribut-ribut soal kasus keracunan sejumlah siswa akibat konsumsi makanan dari program MBG di beberapa daerah tidak boleh dijadikan alasan untuk menolak program tersebut. Kejadian itu seharusnya justru menjadi pelajaran penting agar pemerintah melakukan evaluasi mendalam terhadap sistem pengawasan, distribusi, dan kualitas penyedia makanan.

“Program MBG ini luar biasa, bahkan bisa disebut program istimewa. Tapi sayangnya tidak didukung dengan mekanisme yang baik. Maka perlu ada kajian ulang agar cita-cita mulia Presiden Prabowo untuk mencerdaskan generasi emas bangsa ini benar-benar tercapai,” ujar Habib Umar Alhamid Kamis (9/10/2025).

Habib Umar menegaskan bahwa tujuan utama program MBG bukan sekadar memberikan makanan gratis setiap hari, tetapi memastikan anak-anak Indonesia mendapatkan asupan gizi yang benar, sehat, dan berkualitas. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar program MBG tidak diberikan setiap hari, melainkan tiga kali dalam seminggu dengan standar gizi yang lebih tinggi.

Baca juga:  Dorong Upaya Serius Prabowo Berantas Korupsi, Jalih Pitoeng Dukung Perpres 66 Soal Tentara Lindungi Kejaksaan

“Untuk makan bergizi itu tidak harus setiap hari. Cukup tiga kali seminggu, tapi makanannya berkualitas dan memenuhi standar gizi yang baik untuk anak-anak,” tegasnya.

Habib Umar juga menekankan pentingnya meningkatkan kualitas anggaran per porsi agar hasilnya lebih optimal. Ia menyarankan agar nilai makanan per anak ditingkatkan menjadi Rp20.000 per porsi, dibandingkan dengan anggaran rendah yang sering membuat kualitas makanan tidak layak konsumsi.

Selain itu, Habib Umar mengusulkan sistem distribusi berbasis kartu elektronik (smart card) yang bisa diberikan kepada setiap siswa. Kartu tersebut akan berisi saldo mingguan setara tiga kali makan bergizi, yang dapat digunakan untuk membeli makanan di kantin-kantin sekolah yang sudah bekerja sama dengan program MBG.

“Anak-anak cukup diberi kartu yang berisi uang untuk satu minggu, yang bisa ditukarkan di kantin sekolah. Dengan begitu, sistemnya lebih transparan, mudah diawasi, dan memberdayakan ekonomi sekolah itu sendiri,” papar Habib Umar.

Menurutnya, pola ini juga akan mengurangi beban logistik pemerintah dalam pengadaan dan distribusi makanan, sekaligus meminimalisir risiko makanan basi atau tidak higienis karena diolah di tempat yang jauh dari sekolah.

Baca juga:  5 Bulan Pemerintahan Prabowo, Dwi Fungsi TNI Berlanjut?

Lebih jauh, Habib Umar menyebut MBG sebagai “rumusan langit” — sebuah istilah yang ia gunakan untuk menggambarkan kebijakan dengan nilai kemanusiaan dan spiritual yang tinggi. Ia meyakini, jika dikelola dengan baik, MBG akan menjadi investasi besar negara untuk kecerdasan dan masa depan anak-anak Indonesia.

“Ini investasi negara untuk generasi emas. Jangan sampai program istimewa seperti ini gagal hanya karena kesalahan teknis. Pemerintah harus membangun mekanisme yang sehat, transparan, dan partisipatif,” ujarnya.

Habib Umar juga menyerukan agar seluruh elemen masyarakat, termasuk lembaga pendidikan, dunia usaha, dan organisasi masyarakat sipil, ikut mengawal dan mendukung program MBG dengan semangat kolaboratif, bukan mencibir atau mencari kesalahan.

“Masalah di lapangan itu wajar, apalagi untuk program baru yang menyentuh jutaan anak-anak. Tapi justru di sinilah tanggung jawab moral kita bersama, memastikan agar setiap anak Indonesia bisa tumbuh sehat, cerdas, dan bahagia,” tutup Habib Umar.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News