Jaringan Warga Kota Jakarta (Jaga Kota) mempertanyakan aksi unjuk rasa di depan DPRD DKI Jakarta, Kamis, 25 September 2025, yang menolak larangan merokok di tempat hiburan. Aksi itu digelar bersamaan dengan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Koordinator Jaga Kota, Asep Firmansyah, menilai aksi tersebut sarat muatan politis dan tidak benar-benar mewakili kepentingan pelanggan maupun pengusaha hiburan.
“Kami melihat unjuk rasa ini bukan aspirasi murni. Ada aroma politik yang kental. Ada kemungkinan sebagian politisi mencoba memanfaatkan momentum dengan menjanjikan pembatalan Raperda KTR kepada pengusaha hiburan, tentu dengan konsesi transaksional,” ujar Asep dalam keterangan tertulis, Kamis, 25 September 2025.
Menurut Asep, aksi tersebut juga berpotensi digunakan untuk mengkambinghitamkan anggota DPRD yang selama ini konsisten mengawal agar Raperda KTR bisa disahkan. “Mereka yang teguh memperjuangkan regulasi justru bisa diputarbalikkan seolah-olah anti-hiburan. Padahal substansi Raperda ini jelas: membangun tata kelola kota yang lebih modern dan tegas,” kata dia.
Asep menekankan bahwa persoalan larangan rokok di tempat hiburan bukan semata soal rokok, melainkan soal wibawa regulasi dan integritas DPRD.
“Ini ujian serius bagi DPRD. Apakah mereka berdiri tegak menjaga marwah sebagai lembaga perwakilan rakyat, atau justru terjebak jadi pasar malam politik yang mudah ditawar oleh tekanan massa?” ujarnya.
Jaga Kota mendesak DPRD agar tidak terpengaruh tekanan jalanan yang bermuatan politis dan tetap fokus menuntaskan pembahasan Raperda KTR. “Kalau regulasi bisa dibatalkan hanya karena manuver politik sesaat, maka yang runtuh bukan hanya pasal larangan rokok, melainkan kepercayaan publik terhadap DPRD itu sendiri,” kata Asep.