Nama Yaqut Cholil Qoumas—mantan Menteri Agama yang akrab disapa Gus Yaqut—kembali menjadi sorotan publik setelah muncul kabar dugaan penyalahgunaan kuota haji yang sedang ditelusuri Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sejumlah pihak memanfaatkan isu ini untuk mengaitkan Gus Yaqut dengan praktik korupsi, meskipun sampai kini KPK belum menetapkan tersangka. Dukungan dari berbagai kalangan, terutama Pemuda Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja), pun menguat, menuntut agar proses hukum berjalan adil dan tidak dijadikan ajang pembunuhan karakter.
Koordinator Pemuda Aswaja, Nur Khalim Haqqul Yaqin, menilai tudingan terhadap Gus Yaqut sebagai framing jahat. Ia menegaskan keyakinan penuh bahwa Gus Yaqut tidak terlibat korupsi, seraya menyebut bahwa keluarga besar Yaqut memiliki akar keulamaan yang kuat dan dikenal menjaga integritas. “KPK pun belum menetapkan tersangka, jadi menuduh tanpa bukti adalah langkah keliru,” ujarnya dalam pernyataan tertulis, Sabtu (20/9/2025).
Keyakinan para pendukungnya tidak lepas dari latar keluarga Gus Yaqut. Ia merupakan putra KH Mohammad Cholil Bisri, seorang ulama dan pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang disegani. Kakeknya, KH Bisri Mustofa, dikenal sebagai ulama besar dan pengarang tafsir monumental Al-Ibriz. Tak hanya itu, Gus Yaqut juga keponakan KH Mustofa Bisri (Gus Mus), tokoh ulama dan budayawan yang memiliki pengaruh luas di kalangan Nahdlatul Ulama (NU).
Kedekatan dengan lingkungan pesantren dan warisan keluarga ulama membuat pendukungnya menilai bahwa tudingan korupsi sangat bertolak belakang dengan nilai-nilai yang dipegang. “Secara nasab, sangat tidak mungkin Gus Yaqut melakukan perbuatan tercela,” ungkap Nur Khalim.
KPK saat ini tengah menyelidiki dugaan penyalahgunaan kuota haji tambahan tahun 2023–2024. Beberapa pejabat Kementerian Agama dan pelaku usaha penyelenggara haji telah dipanggil untuk dimintai keterangan. KPK juga telah mengeluarkan pencegahan ke luar negeri terhadap sejumlah nama yang diduga mengetahui alur distribusi kuota.
Namun, hingga laporan ini ditulis, KPK menegaskan bahwa penyelidikan masih berjalan dan belum ada penetapan tersangka. Juru bicara KPK menyampaikan bahwa setiap perkembangan akan disampaikan secara resmi kepada publik. Prinsip praduga tak bersalah tetap menjadi pegangan hukum.
Di tengah penyidikan, muncul dugaan bahwa kasus ini dimanfaatkan sebagai alat politik. Nur Khalim menuding ada “operasi jangka panjang” untuk melemahkan NU sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia. Mereka mengingatkan agar masyarakat tidak terjebak pada narasi yang dapat merusak kehormatan tokoh dan ormas Islam.
Sejumlah pengurus NU menyatakan keprihatinan atas merebaknya isu korupsi haji, namun menekankan pentingnya pemisahan antara individu dan organisasi. NU menolak tudingan yang menyeret nama besar organisasi tanpa dasar hukum.
-
Praduga Tak Bersalah – Hingga ada putusan pengadilan, Gus Yaqut berhak atas presumpsi tak bersalah. Tuduhan korupsi tanpa status hukum jelas dapat merusak reputasi.
-
Risiko Politisasi – Kasus ini rentan dimanfaatkan pihak tertentu untuk melemahkan pengaruh NU dan tokoh-tokohnya, terutama jelang kontestasi politik mendatang.
-
Tantangan Media Sosial – Penyebaran isu di dunia maya mempercepat pembentukan opini publik, seringkali mendahului proses hukum.
Kasus dugaan korupsi kuota haji menempatkan Gus Yaqut pada sorotan tajam. Namun hingga kini, tidak ada penetapan tersangka oleh KPK. Di tengah riuh isu dan spekulasi, dukungan dari Pemuda Aswaja dan keluarga besar pesantren menjadi pengingat bahwa proses hukum harus dihormati. Masyarakat diharapkan tetap kritis, menunggu perkembangan resmi, dan tidak terjebak pada narasi politik yang dapat merusak kepercayaan publik terhadap tokoh maupun institusi keagamaan.
Dengan latar keluarga ulama besar dan rekam jejaknya di NU, Gus Yaqut kini menghadapi ujian berat: membuktikan integritas di hadapan hukum dan opini publik, sembari menjaga nama baik pesantren yang telah mengukir warisan panjang di Indonesia.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News