CBA Soroti Penempatan Rp200 Triliun Dana Negara di Bank Himbara, Diduga Langgar UUD 1945 dan Sejumlah UU

Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menilai kebijakan Menteri Keuangan yang menempatkan dana kas negara sebesar Rp200 triliun pada lima bank BUMN melalui deposito on call merupakan tindakan yang melanggar konstitusi dan sejumlah undang-undang.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 276 Tahun 2025, yang diteken pada 12 September 2025. Dana itu bersumber dari Kas Umum Negara (KUN) yang selama ini disimpan di Bank Indonesia dengan total cadangan Rp425 triliun. Penempatan dana dimaksudkan untuk mendukung pertumbuhan sektor riil melalui PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, dan PT Bank Syariah Indonesia (Persero) Tbk.

Menurut Uchok, kebijakan ini “nyata-nyata melanggar konstitusi” karena tidak melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang seharusnya menjadi dasar setiap pengeluaran uang negara. Ia merinci dugaan pelanggaran, antara lain:

Baca juga:  Alamat CV Citra Megah Konstruksi Diduga Bodong sebagai Pemenang Proyek Sekolah Rp 15 Miliar di Kota Bogor

UUD 1945 Pasal 23 Ayat (2)
Menurut konstitusi, setiap pengeluaran uang negara harus dibahas dan disetujui DPR melalui APBN. Penempatan dana Rp200 triliun secara sepihak dianggap mengabaikan peran legislatif.

-UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
UU ini mengatur prinsip pengelolaan keuangan negara agar tertib, efisien, dan transparan. Pengalihan dana secara “koboy-koboyan”, kata Uchok, bertentangan dengan prosedur yang berlaku.

-UU APBN 2025
Dalam APBN 2025 tidak terdapat pos anggaran untuk penempatan dana negara dalam bentuk deposito on call di bank umum.

-UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
Pasal 22 ayat (4), (8), dan (9) hanya memperbolehkan pembukaan rekening operasional APBN di bank umum untuk kepentingan penerimaan dan pengeluaran yang ditetapkan dalam APBN. Penempatan dana Rp200 triliun di luar program APBN dinilai menyalahi ketentuan ini.

Baca juga:  BPK Temukan Dugaan Penyimpangan Penyertaan Modal di Garut, CBA Desak Kejati Jabar Lakukan Penyidikan

Selain dugaan pelanggaran hukum, Uchok juga menyoroti risiko kebijakan tersebut. Ia menilai skema deposito on call dengan tenor hanya enam bulan berpotensi menimbulkan kredit macet, mengganggu likuiditas kas negara, dan menyulitkan perbankan dalam menyalurkan kredit sektor riil yang saat ini lesu.

“Jika pemerintah tiba-tiba membutuhkan dana besar untuk program prioritas, sementara dana kas sudah ditempatkan di bank umum, pelaksanaan program APBN bisa terganggu,” ujarnya, Selasa (16/9/2025).

Uchok mengingatkan bahwa Presiden Prabowo Subianto, sesuai sumpah jabatannya, wajib memegang teguh UUD 1945 dan menjalankan undang-undang.

“Apabila kebijakan Menteri Keuangan ini tidak segera dievaluasi, presiden dianggap turut menyetujui dan terlibat dalam pelanggaran konstitusi,” tegasnya.

Ia mendesak Presiden Prabowo segera menghentikan atau meninjau kembali kebijakan penempatan dana negara tersebut agar tidak menimbulkan risiko hukum dan fiskal yang lebih besar.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News