Aktivis Lamongan Sindir Pemerintah: Rakyat Majikan, Bupati Cuma Karyawan!

Suara kritis dari akar rumput kembali menggema. Sejumlah aktivis lintas generasi di Lamongan menggelar sarasehan bertajuk “Majikan dan Karyawan” di Warkop Turonggo, Kebalandono Babat. Acara ini dihadiri tokoh Aktivis ’98, pengamat kebijakan, seniman, hingga elemen masyarakat yang prihatin atas arah kebijakan Pemkab Lamongan.

Diskusi hangat itu menyoroti beragam isu, mulai dari program Jalan Mulus Lamongan (JAMULA) hingga Warung Lamongan (WARLA). Namun yang paling tajam adalah soal relasi rakyat dan pemerintah. Para aktivis menegaskan, rakyat adalah majikan, sementara pejabat hanyalah karyawan.

“Seharusnya rakyatlah yang memanggil, bukan bupati memanggil rakyat. Pemerintah itu karyawan, bukan majikan,” sindir salah satu peserta, menanggapi sikap Bupati Lamongan yang belakangan memanggil Muspida dan tokoh masyarakat untuk membahas aksi-aksi protes, Selasa (9/9/2025).

Baca juga:  Jumat Curhat, Kapolsek Sambeng Lamongan Berikan Arahan Penyelesaian Persoalan di Desa

Sebelumnya, Bupati mengimbau agar demonstrasi tidak anarkis dan merusak fasilitas umum. Namun kritik balik justru muncul. Menurut aktivis, justru pemerintah yang sering memberi contoh buruk dengan tidak tertib menjalankan konstitusi dan tata kelola pembangunan.

JW, fasilitator acara, menegaskan perlunya Pakta Integritas antara pemerintah dan rakyat. “Supaya abdi rakyat tidak lagi mengkhianati amanah, melanggar undang-undang, bahkan Pancasila dan UUD 1945,” tegasnya.

Lebih keras lagi, Oong Cokromenoto menyebut korupnya pejabat tak lepas dari perilaku pemilih. “Konsituen terlalu pragmatis. Mudah ditipu, mudah dirayu, bahkan mudah dibeli hak suaranya. Akhirnya pejabat bertingkah seperti majikan, dan rakyat dipaksa jadi karyawan,” ungkapnya.

Baca juga:  Innova Hitam KPK Serbu Pemkab Lamongan: Dugaan Korupsi Gedung Pemerintahan 2017–2019 Memasuki Babak Baru

Sementara itu, pakar tata kelola desa Nur Rojuqi mengingatkan soal sejarah desa yang lebih tua dari republik. Ia menilai amanat Pasal 33 UUD 1945 kerap diabaikan. “Potensi desa seharusnya untuk rakyat, bukan diserahkan ke investor asing atau jadi bancakan elit politik,” katanya tegas.

Forum yang dikemas dalam Kopdar dan Ngaji Desa Melangkori ini akan terus bergulir. Para aktivis menekankan pentingnya kesadaran kolektif rakyat untuk peduli, bukan hanya marah-marah di media sosial.

“Rakyat Lamongan harus bangkit. Jangan terus jadi obyek kebijakan. Saatnya rakyat mengingatkan karyawannya sendiri, yaitu pejabat,” pungkasnya. Pewarta Hadi Hoy

Simak berita dan artikel lainnya di Google News