Diterpa Tuntutan Mundur, Ketua Rukun Nelayan Kemantren Lamongan Bongkar Fakta Dana Kompensasi PT Lamongan Shorebase

Gejolak internal tengah mengguncang Rukun Nelayan (RN) Desa Kemantren, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan. Ketua RN Kemantren, Miftahul Rohim, dituntut mundur oleh sebagian anggota nelayan meski ia menegaskan tak pernah sekalipun memegang langsung dana kompensasi dari PT Lamongan Shorebase (LS).

Padahal, kata Rohim, sejak awal semua perjuangan yang ia lakukan semata-mata agar nelayan Kemantren memperoleh hak atas dana kompensasi. Hasilnya, PT LS setiap bulan memberikan bantuan senilai Rp 55 juta (50 juta + 5 juta) selama perusahaan masih beroperasi di wilayah desa tersebut. Kesepakatan itu dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh pihak PT LS, Indah Wahyuni, serta pihak Rukun Nelayan Kemantren melalui dirinya, dan disaksikan langsung oleh Kepala Desa Kemantren Suaji serta Ketua BPD Budi Afiyanto.

“Semua bantuan tiap bulan langsung dibagi ke dua kelompok: Barat dan Timur, masing-masing Rp 27 juta. Dana itu digunakan untuk tambahan biaya operasional pendalaman laut sesuai laporan kelompok. Jadi saya tidak pernah pegang uangnya. Semua sudah diatur, ada bendahara yang langsung menyalurkan,” tegas Rohim saat ditemui, Senin (8/9/2025).

Baca juga:  Sengketa Tanah Dusun Moro, Kepala Dusun Moro Angkat Bicara: Seret Nama Eks Napi dan Dugaan Pencucian Uang

Rohim mengaku sudah berusaha transparan. Ia bahkan menyelenggarakan rapat laporan kegiatan di kantor RN Kemantren pada 15 Agustus 2025 lalu. Namun, rapat itu ricuh. Beberapa anggota justru meminta pertemuan dihentikan dan menuntut dirinya mundur dari jabatan.

“Laporan belum sempat saya bacakan sampai selesai. Pertemuan itu berlanjut di kantor desa, tapi hasilnya sama, jalan buntu. Mediasi berikutnya saya dan pengurus memilih tidak hadir karena tuntutannya sudah bergeser. Bukan lagi soal laporan dana, tapi langsung meminta saya mundur,” ungkap Rohim.

Meski begitu, Rohim menegaskan dirinya siap mundur bila mekanisme organisasi memutuskan demikian. “Kalau HNSI yang meminta, saya akan mundur dengan ikhlas. Ini organisasi, ada marwah yang harus dijaga. Tolong tunjukkan kesalahan saya kalau memang ada penyalahgunaan dana. Silakan laporkan ke HNSI atau aparat hukum. Saya siap diperiksa,” tegasnya.

Pernyataan Rohim diperkuat oleh para bendahara di dua wilayah. David selaku bendahara Barat, dan Sueb bendahara Timur, menyatakan semua dana sesuai prosedur. “Ada laporan pertanggungjawaban, ada bukti, semua terbuka,” tegas keduanya.

Baca juga:  Yuhronur Efendi-Dirham Akbar Menang, Relawan Yes-Dirham: Petani dan Nelayan Lamongan Sejahtera

Hal senada diungkapkan Ketua Cabang HNSI Lamongan, H. Sukri. Menurutnya, setiap organisasi punya aturan main. “Tidak semua laporan masyarakat harus dituruti. Semua harus dikaji berdasarkan AD/ART. Selama belum ditemukan penyimpangan, saya tidak akan mengambil tindakan apalagi memecat ketua RN,” ujarnya.

Sukri menegaskan, nelayan seharusnya rukun, solid, dan kompak. “Alat perjuangan nelayan ini jangan dihancurkan oleh kepentingan sesaat. HNSI akan tetap menjadi media pengabdian untuk kesejahteraan nelayan,” tegasnya.

Kasus RN Kemantren ini kini menjadi ujian serius bagi organisasi nelayan di Lamongan. Di satu sisi, dana kompensasi dari PT LS yang seharusnya menjadi penopang kesejahteraan justru memicu konflik internal. Di sisi lain, tudingan penyalahgunaan yang tak terbukti bisa merusak solidaritas nelayan sendiri.

“Nelayan itu harus rukun, jangan sampai terpecah hanya karena isu yang belum jelas. Kalau memang ada bukti penyimpangan, silakan proses hukum. Kalau tidak, mari kita fokus menjaga kebersamaan,” pesan Sukri. Pewarta: Hadi Hoy

Simak berita dan artikel lainnya di Google News