Sudah menjadi rahasia umum selama ini, terjadi setiap tahunnya dugaan transaksi gelap atau pungutan gelap senilai 17 persen hingga 20 persen dari nilai proyek untuk ketok anggaran setiap kementerian dan lembaga di Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menjadi UU APBN. Kebocoran di hulu ini harus segera diakhiri dan dicegah untuk kepentingan kesajahteran rakyat.
Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman, Sabtu (6/9/2025) di Jakarta.
“Itu kebocoran di hulu di luar kebocoran pada Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) yang di kelola oleh BUMN dan praktek tambang ilegal, kebun ilegal di kawasan hutan dan impor serta ekspor ilegal yang melawan hukum,” ungkap Yusri.
Menurut Yusri, hampir dapat dipastikan semua kegiatan ilegal itu dilihat telanjang sejak lama oleh rakyat dibekingi oleh para oknum aparat penegak hukum (APH) dan pelakunya selalu berupaya berlindung pada presiden yang sedang berkuasa dari waktu ke waktu.
“Sehingga harus diakui saat ini menjadi beban sangat berat bagi Presiden Prabowo Subianto dalam memeranginnya,” ujar Yusri.
Bahkan, lanjut Yusri, orang yang tampaknya di muka setia kepada Presiden Prabowo bisa jadi secara diam-diam bisa menusuk dari belakang.
“Penetapan Moch Reza Chalid sebagai tersangka dan DPO kasus korupsi Tata Kelola Minyak Mentah dan Produk BBM periode 2018 hingga 2023 yang merugikan negara Rp 285 triliun harus diakui sebuah keberanian luar biasa Presiden Prabowo Subianto,” ungkap Yusri.
“Termasuk penetapan tersangka dalam penertiban kebun sawit dalam kawasan hutan dan tambang ilegal, serta korupsi laptop chrombook dan banyak lagi kasus dalam proses penyidikan yang sedang berlangsung di KPK, Kejagung hingga Bareskrim. Jika ditotal kerugian negaranya fantastis dan semua itu melibatkan banyak orang penting dari mulai era Presiden Bj Habibie, Megawati, SBY hingga Jokowi,” timpal Yusri.
Lebih lanjut Yusri mengutarakan, kematian tragis driver Ojol Affan Kurniawan dan sembilan lainnya akibat sikap represif polisi dalam mengatasi unjuk rasa, adalah pemantik tl memicu kemarahan publik secara meluas eskalasinya.
“Sebab sebelumnya rakyat sudah lama terluka melihat sikap aparat kita yang berbeda perlakuannya jika berhadapan dengan para cukong cukong, itu adalah fakta,” ungkap Yusri.
Menurut Yusri, adanya penumpang gelap melakukan perusakan fasilitas umum dan menjarah dengan menunggangi unjuk rasa murni, itu menjadi tanggungjawab negara yang telah gagal melakukan pengamanan.
“Itu yang lebih penting harus dicermati oleh pemerintah, bukan malah bereaksi dengan menuduh perbuatan anarkis itu kepada gerakan mahasiswa yang murni menuntut ketidakadilan yang sudah di luar batas kewajaran,” ungkap Yusri.
Oleh sebab itu, kata Yusri, CERI memohon, jangalah selalu memojokan suara nurani rakyat dengan stigma demo anarkis, sebab suara rakyat yang disuarakan mahasiswa dan mahasiswi hanya berharap pemerintah yang adil untuk mereka bisa bertahan hidup, bukan menumpuk kekayaan seperti yang secara vulgar telah dipertontonkan oleh wakil rakyat dan pejabat yang korup.
“Kami pun di setiap podcast di bulan Juli hingga Agustus 2025 sebelumnya sudah memperingatkan berhentilah menipu rakyat yang lagi susah bertahan hidup, jika mereka marah susah kita semuanya ” urai Yusri.
Sementara itu, lanjut Yusri, dari perspektif nominal dan dampaknya, CERI lebih tertarik membahas soal pungutan ilegal ‘ketok palu di Banggar DPR RI dari pada soal penghapusan dana tunjangan sewa rumah anggota DPR dan biaya kunjungan yang tidak perlu ke luar negeri serta penggunaan dana aspirasi dan kunjungan ke konstituen setahun beberapa kali yang tidak ada pertanggungjawaban penggunaan dananya, sebab prilaku suka hati mereka seolah-olah itu uang nenek moyangnya dan bukan bukan uang rakyat.
“Praktek persentase suap ketok palu persetujuan anggaran di Banggar ini telah diungkap sekilas oleh kawan lama saya di HIPMI sekitar 40 tahun yang lalu yang juga mantan anggota DPR RI lima periode, Ridwan Hisjam didampingi Saidiman Ahmad dari SMRC dalam live Kompas TV Jumat 5 September 2025 malam dalam merespon jawaban pimpinan DPR RI atas tuntutan batas waktu peserta demo di depan gedung DPR RI untuk tuntutan 17+8 dari kelompok BEM berbagai universitas di Indonesia,” ungkap Yusri.
Dikatakan Yusri, jelas sekali pesan Ridwan Hisjam dalam live tersebut kepada Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah dari Fraksi PDIP untuk menghentikan praktek-praktek kotor tersebut.
“Karena dia (Anggota DPR) punya hak yang namanya hak budgeter. Jadi yang namanya eksekutif itu, kalau masukkan proyek, di anggaran sana, hitung-hitungan. Heh, ini tak dok, tapi berapa setorannya. Nah, gitu-gitu lah,” ungkap Ridwan Hisjam pada acara Kompas TV itu.
“Makanya saya bilang, panitia anggaran harus ditertibkan. Ami Said (Said Abdullah,red) harus berani menertibkan para anggotanya semuanya. Tidak ada sudah yang di depan 10 persen, yang di depan 7 persen baru didok. Itu harus kita hilangkan kalau kita memang betul-betul mau memenuhi tuntutan rakyat. Makanya saya bilang, harus direformasi DPR ini,” lanjut Ridwan lagi.
Terkait hal itu, Yusri mengutarakan, publik tidak usah heran jika beberapa tahun yang silam masyarakat pernah menyaksikan video Said Abdullah yang menjabat Ketua Banggar berasal dari Madura, naik private jet sambil sigar dan tak ada yang berani protes.
“Konon kabarnya total hasil pungutan dana siluman itu dikenal istilah ‘gentong babi’, nilainya berkisar ratusan triliun setiap tahun untuk didistribusikan kepada semua fraksi-fraksi di DPR RI secara proposional sesuai perolehan kursi yang diduga disetorkan ke Parpol yang menempatkan perwakilannya di DPR RI,” beber Yusri.
Bahkan, lanjut Yusri, muncul banyak Markus-markus dengan oknum di Banggar untuk mengatur skala prioritas proyek-proyek infrastruktur dan pengadaan barang jasa lintas kementerian dan lembaga negara serta TNI, Polri, Kejaksaan Agung hingga KPK, termasuk proyek-proyek di Pemda yang uangnya berasal dari APBN.
“‘Ketok’ persetujuan anggaran kementerian dan lembaga di Banggar DPR RI adalah proses penandatanganan atau pengesahan secara formal oleh Banggar DPR RI terhadap usulan anggaran suatu kementerian dan lembaga sebelum dibawa ke rapat paripurna DPR RI untuk persetujuan akhir menjadi Undang Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (UU APBN), proses ini diawali oleh Ketua Banggar DPR RI dengan mengetok palu,” jelas Yusri.
Dikatakan Yusri, ketika pagu semua anggaran itu diserahkan ke kementerian dan lembaga untuk dibelanjakan lewat mekanisme tender, sesungguhnya setiap proyek-proyek itu sudah ada pemiliknya, kebanyakan tender itu hanya formalitas.
“Makanya tak heran di hilir ketika proses tender dilakukan dengan trik dan modus menambah syarat-syarat tertentu untuk memenangkan jagoan yang sudah sejak awal menggiring proyek tersebut di hulu telah membuat sakit hati ribuan kontraktor di berbagai daerah, tentu ini adalah hal yang selalu kita temukan,” pungkas Yusri.