Juru Bicara era Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Adhie Massardi, kembali menyuarakan peringatan keras kepada pemerintah terkait eskalasi situasi politik dan sosial yang kian memanas di Tanah Air. Menurutnya, tanda-tanda kemarahan rakyat sudah terlihat jelas dan tidak bisa lagi ditutupi dengan seremonial kenegaraan ataupun hiburan panggung kekuasaan.
Dalam keterangan yang diterima redaksi, Adhie mengingatkan bahwa Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) sudah menyuarakan peringatan sejak pertemuan di Yogyakarta pada 18 Agustus 2025 lalu. Ia menilai, kondisi saat ini telah sampai pada titik kritis akibat akumulasi kekecewaan publik terhadap kebijakan pemerintah maupun praktik politik di DPR.
“KAMI sudah ingatkan di Yogya, 18:08:25. Kemarahan rakyat yang dikompori All the Widodo’s Men di kabinet dan DPR sudah sampai titik didih. Tapi dijawab dengan pemberian gelar kenegaraan dan joget-jogetan,” tegas Adhie.
Pernyataan Adhie merujuk pada kebiasaan pemerintah yang kerap menampilkan kesan seremonial untuk meredam ketegangan. Mulai dari pemberian gelar kenegaraan kepada tokoh tertentu, hingga kegiatan panggung rakyat yang disertai tarian dan hiburan, dianggapnya tidak menyentuh akar persoalan.
“Rakyat tidak butuh tontonan. Mereka butuh jawaban atas keresahan yang makin menumpuk—mulai dari harga-harga yang tak terkendali, korupsi di level elite, hingga praktik oligarki yang menyingkirkan aspirasi rakyat kecil,” ujarnya.
Lebih jauh, Adhie menekankan bahwa langkah utama yang harus diambil pemerintah bukanlah represi, melainkan pembersihan terhadap lingkaran kekuasaan yang dianggap merusak bangsa selama satu dekade terakhir.
“Membersihkan orang-orang yang 10 tahun merusak negara dan bangsa harus menjadi agenda utama. Bukan represi! Rakyat butuh keadilan, bukan intimidasi,” seru Adhie.
Ia menambahkan, jika pemerintah terus mengedepankan pendekatan keamanan dan menutup mata dari tuntutan keadilan, maka krisis legitimasi akan semakin dalam. “Setiap represi hanya akan melahirkan perlawanan baru,” tambahnya.
Pernyataan keras Adhie muncul di tengah meningkatnya kritik terhadap pemerintah yang dianggap gagal mengelola transisi pasca-pergantian kekuasaan. Publik menilai sejumlah figur di kabinet maupun DPR masih merupakan perpanjangan tangan dari rezim lama yang sarat kepentingan pribadi maupun kelompok.
Kekecewaan rakyat juga diperparah oleh berbagai skandal kebijakan yang dinilai tidak pro-rakyat, termasuk pengelolaan subsidi, lonjakan harga kebutuhan pokok, hingga kegaduhan politik di parlemen. Dalam situasi ini, ekspresi kekecewaan rakyat kerap dipersepsikan penguasa sebagai ancaman, sehingga respons yang muncul cenderung represif.
Sebagai tokoh yang dikenal lantang mengkritik pemerintah, Adhie Massardi kembali menempatkan dirinya sebagai penyambung suara publik. Ia menekankan, kritik ini bukanlah upaya menjatuhkan negara, melainkan mengingatkan agar pemerintah kembali berpijak pada kepentingan rakyat.
“Kalau pemimpin masih memilih menutup telinga, maka jangan salahkan rakyat ketika mereka memilih turun ke jalan dengan segala konsekuensinya,” tutup Adhie.