PPJNA 98 Dukung Dasco Cari Cara Sejahterakan Pencipta Lagu Tanpa Membebani Rakyat

Perhimpunan Pergerakan Jejaring Nasional Aktivis 98 (PPJNA 98) menyatakan dukungan penuh terhadap langkah Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, yang tengah mencari solusi menyejahterakan pencipta lagu tanpa harus membebani masyarakat luas.

Ketua Umum PPJNA 98, Anto Kusumayuda, menegaskan persoalan royalti musik jangan hanya dilihat dari sisi hukum semata, tetapi harus menyentuh keadilan sosial dan kesejahteraan para pencipta karya. Menurutnya, jalan terbaik adalah mengumpulkan semua pihak terkait — mulai dari musisi, pencipta lagu, pelaku usaha, hingga Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) — dalam sebuah forum terbuka yang difasilitasi negara.

“Negara harus hadir sebagai penengah. Jangan sampai pencipta lagu menderita, tetapi masyarakat juga jangan dibebani dengan aturan yang justru mematikan kreativitas dan usaha kecil,” ujar Anto Kusumayuda, Selasa (19/8/2025)

Isu royalti musik mencuat beberapa pekan terakhir setelah publik menyoroti praktik penarikan biaya penggunaan lagu di berbagai sektor usaha, mulai dari kafe hingga penyelenggaraan acara. Banyak pihak menilai mekanisme yang ada saat ini tidak transparan, bahkan menimbulkan keresahan karena dianggap menyulitkan pelaku usaha kecil.

Baca juga:  Strategi Politik Prof Dasco Merangkul bukan Memukul

Di sisi lain, para pencipta lagu menuntut hak mereka dihormati sesuai undang-undang hak cipta. Selama ini, banyak karya yang diputar secara komersial tanpa memberikan manfaat ekonomi kepada penciptanya.

Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, menegaskan pihaknya tengah menyiapkan langkah cepat untuk merapikan tata kelola royalti musik. Ia berjanji akan mencari jalan tengah yang adil, “mensejahterakan pencipta lagu tanpa menyusahkan rakyat.”

PPJNA 98 menilai gagasan Dasco sebagai momentum penting untuk memperbaiki sistem royalti musik. Organisasi ini menyarankan beberapa langkah konkret:

1. Forum Nasional Terbuka — menghadirkan pencipta lagu, musisi, LMK, LMKN, pemerintah, hingga asosiasi UMKM.

2. Audit LMKN dan LMK — agar masyarakat tahu ke mana aliran dana royalti dan bagaimana pendistribusiannya kepada pencipta.

3. Tarif Royalti Bertingkat — UMKM diberi keringanan, sementara perusahaan besar membayar sesuai skala usahanya.

4. Dana Dukungan Pencipta Kecil — sebagian kecil pendapatan kolektif dialokasikan untuk membantu pencipta baru atau yang kurang mampu.

5. Klarifikasi Karya Publik — memastikan lagu kebangsaan dan karya publik domain tidak dikomersialisasi sehingga menimbulkan kebingungan.

Baca juga:  Politikus PDIP: Puan dan Dasco, 2 Politisi Muda Merancang serta Membangun Bangsa Indonesia Berkeadilan Hukum

Menurut Anto, transparansi menjadi kunci utama agar masyarakat percaya dan pencipta lagu mendapatkan haknya secara layak.

Meski begitu, ada tantangan besar yang harus diantisipasi. Pertama, potensi konflik kepentingan di dalam LMKN dan LMK yang selama ini menjadi sorotan. Kedua, risiko politisasi isu royalti oleh kelompok tertentu untuk kepentingan sempit. Ketiga, kerentanan UMKM yang bisa saja tetap terbebani jika regulasi tidak dijalankan dengan hati-hati.

“PPJNA 98 akan terus mengawal. Kami tidak ingin isu royalti musik hanya jadi alat kepentingan segelintir pihak. Ini harus benar-benar untuk kesejahteraan pencipta karya dan adil bagi masyarakat,” tambah Anto.

Dengan adanya dorongan DPR, rencana audit Kementerian Hukum dan HAM, serta dukungan masyarakat sipil seperti PPJNA 98, peluang untuk memperbaiki tata kelola royalti musik terbuka lebar. Jika berhasil, langkah ini tidak hanya menyejahterakan pencipta lagu, tetapi juga memperkuat ekosistem industri musik nasional.

 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News