Ketidakhadiran dua kali berturut-turut Roy Suryo cs dalam sidang gugatan perdata Prof. Paiman Raharjo di Pengadilan Negeri (PN) menjadi sorotan publik. Kali ini, kritik keras datang dari Koordinator Laskar Cinta Jokowi, Suhandono Baskoro, yang menyebut langkah itu sebagai bentuk kepengecutan dan tidak menghormati lembaga peradilan.
“Roy Suryo tidak menghormati lembaga penegak hukum. Mereka hanya berkoar-koar di media tetapi takut di pengadilan,” ujar Suhandono kepada wartawan, Jumat (15/8/2025).
Tokoh yang dimaksud Suhandono sebagai Roy Suryo cs mencakup Eggi Sudjana, Roy Suryo, Tifauzia Tyassuma, Kurnia Tri Royani, Rismon Hasiholan Sianipar, Bambang Suryadi Beathor, dan Hermanto.
Perkara perdata ini bermula dari langkah hukum Prof. Paiman Raharjo yang menggugat beberapa tokoh publik terkait tuduhan dan pernyataan yang dianggap merugikan nama baiknya. Sidang perdana telah dijadwalkan oleh Pengadilan Negeri, namun pada agenda pertama, pihak tergugat tidak hadir.
Pemanggilan kedua pun dilakukan sesuai prosedur hukum. Namun, hasilnya sama — kursi tergugat di ruang sidang kembali kosong. Kondisi ini memicu reaksi keras dari pihak pendukung Prof. Paiman, termasuk Laskar Cinta Jokowi.
Menurut Suhandono, ketidakhadiran tersebut mengikis rasa hormat publik terhadap tokoh-tokoh yang seharusnya memberi teladan dalam menaati hukum.
“Kalau merasa benar, hadapi persidangan. Jangan hanya berani bicara di depan kamera atau media sosial. Kebenaran itu dibuktikan di pengadilan, bukan di panggung opini,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa proses hukum adalah mekanisme konstitusional yang tidak bisa ditawar. “Negara ini punya aturan main. Menghindar dari sidang sama saja mengabaikan aturan itu,” tambahnya.
Suhandono menilai ada tiga dampak besar yang ditimbulkan dari ketidakhadiran berulang di sidang ini:
1. Merusak Wibawa Lembaga Peradilan
Ketidakhadiran tanpa alasan jelas, apalagi dilakukan tokoh publik, bisa mencederai kewibawaan pengadilan. “Masyarakat bisa berpikir, kalau tokoh sekelas mereka bisa mengabaikan sidang, maka hukum seolah bisa dipermainkan,” katanya.
2. Menggerus Reputasi Tokoh Publik
Publik era digital memiliki ingatan panjang. Sikap menghindar akan menjadi catatan buruk yang akan diingat lebih lama dibanding pernyataan lantang di media.
3. Kontraproduktif secara Politik
Manuver di luar pengadilan tanpa menghadiri sidang akan menimbulkan kontra-narasi. “Simpatik publik biasanya berpihak pada pihak yang taat prosedur, bukan yang menghindar,” ujar Suhandono.
Dalam hukum acara perdata, jika tergugat dua kali mangkir setelah dipanggil secara sah dan patut, majelis hakim dapat memutus perkara tanpa kehadiran tergugat atau yang dikenal sebagai putusan verstek.
Ahli hukum yang dihubungi redaksi menjelaskan, “Absennya tergugat tidak otomatis membatalkan sidang. Hakim tetap dapat memeriksa bukti penggugat dan menjatuhkan putusan.”
Dengan kata lain, strategi tidak hadir justru berpotensi membuat tergugat kehilangan kesempatan membela diri secara langsung.
Suhandono meminta para tergugat menghentikan manuver di luar ruang sidang dan menghadapi proses hukum secara terbuka.
“Kalau memang yakin punya bukti dan argumen, hadirkan itu di depan majelis hakim. Jangan buat publik bertanya-tanya apakah ini sikap berani atau justru takut menghadapi kenyataan,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa Laskar Cinta Jokowi akan terus mengawal perkara ini sebagai bagian dari komitmen terhadap supremasi hukum.