Ketua Umum Perhimpunan Pergerakan Jejaring Nasional Aktivis 98 (PPJNA 98), Anto Kusumayuda, menyatakan dukungan penuhnya terhadap pernyataan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad yang menyebut bahwa kancil merupakan lambang persatuan bangsa Indonesia. Anto menilai pernyataan tersebut sarat makna filosofis dan menyentuh akar budaya Nusantara yang telah lama ditinggalkan oleh generasi modern.
Dalam keterangan tertulisnya, Anto Kusumayuda menyebut bahwa figur kancil, yang sering muncul dalam cerita rakyat Indonesia sebagai simbol kecerdikan, justru membawa pesan strategis dalam menjaga kohesi sosial dan harmoni bangsa yang majemuk.
“Kita butuh simbol-simbol pemersatu yang membumi dan akrab di hati rakyat. Kancil bukan hanya hewan cerdik, tapi juga representasi dari kecintaan pada tanah air, keberanian menghadapi ketidakadilan, dan kepiawaian dalam meredam konflik. Saya rasa Pak Dasco menangkap esensi itu,” ujar Anto, Sabtu (2/8/2025).
Menurut Anto, di tengah fragmentasi politik pasca-Pemilu 2024, Indonesia membutuhkan pendekatan budaya yang ringan namun mendalam untuk merekatkan kembali berbagai elemen masyarakat. Sosok kancil dalam dongeng-dongeng rakyat Indonesia dapat menjadi narasi kebangsaan baru yang bersifat inklusif.
“Kalau selama ini kita selalu sibuk berdebat soal lambang-lambang formal kenegaraan, Pak Dasco justru mengajak publik kembali ke akar: ke dongeng, ke cerita rakyat yang membentuk imajinasi kolektif kita sejak kecil. Ini pendekatan yang segar dan menyentuh,” jelasnya.
Anto menambahkan, langkah Dasco ini sejalan dengan semangat rekonsiliasi nasional yang selama ini digaungkan oleh Presiden Prabowo Subianto. Dalam konteks itulah, PPJNA 98 juga mendorong adanya revitalisasi budaya lokal sebagai sarana membangun kembali solidaritas kebangsaan yang tulus dan tidak elitis.
“Politik itu tidak melulu tentang kekuasaan, tapi juga tentang bagaimana menyentuh hati rakyat. Kancil adalah simbol yang sederhana tapi kuat. Ia cerdik tanpa merusak, berani tanpa menyakiti. Saya kira, ini nilai-nilai yang harus kita tanamkan kembali di tengah krisis kepercayaan publik terhadap elite,” tutur Anto.
Langkah Anto Kusumayuda mendukung pernyataan Sufmi Dasco Ahmad terkait kancil sebagai lambang persatuan bukan sekadar gimmick politik, melainkan bagian dari manuver intelektual yang membumikan wacana kebangsaan melalui pendekatan budaya.
Secara politis, ini juga menunjukkan kedekatan antara faksi-faksi aktivis reformis dengan kekuatan parlemen yang sedang mengukuhkan stabilitas nasional menjelang Pilkada serentak 2024. Figur Sufmi Dasco Ahmad, yang dikenal tenang namun strategis, kini mendapatkan suntikan moral dari kalangan aktivis 98 yang selama ini menjadi penjaga moralitas publik.
Dengan mendukung simbol kancil, Anto ingin menyampaikan bahwa persatuan bangsa tidak harus dibangun lewat jargon yang berat, tetapi bisa dimulai dari hal-hal yang akrab dan bersifat simbolik. Dalam konteks komunikasi politik, pendekatan ini merupakan bentuk soft power narrative building yang sangat efektif, terutama di tengah masyarakat yang mulai jenuh dengan retorika elite.
Dukungan ini juga menjadi bukti bahwa narasi budaya bisa menjadi perekat baru bagi bangsa, ketika simbol-simbol nasional mulai kehilangan relevansi akibat politisasi dan polarisasi ekstrem selama satu dekade terakhir.
Dengan mencuatnya kembali narasi kancil sebagai simbol persatuan bangsa, publik diajak untuk merefleksikan kembali nilai-nilai kearifan lokal yang selama ini menjadi bagian dari karakter bangsa Indonesia. Dukungan Anto Kusumayuda terhadap Sufmi Dasco Ahmad menunjukkan bahwa ketika elite politik dan aktivis reformis bersatu dalam narasi kebudayaan, maka benih-benih rekonsiliasi nasional akan semakin subur.