Prabowo Presiden Bayangan: Macan Tanpa Taring

Oleh: Ahmad Basri: K3PP Tubaba

Ketika Prabowo Subianto akhirnya memenangkan pemilihan presiden 2024 banyak pihak menilai ini sebagai klimaks dari perjalanan panjangnya menuju puncak kekuasaan. Setelah dua kali gagal melawan Jokowi kemenangan Prabowo justru hadir dalam kaca mata politik yang paradok.

Banyak kalangan menilai Prabowo menang dengan dukungan besar dari sosok yang dulu menjadi rival kerasnya Jokowi. kemenangan tersebut bukan kemenangan penuh. Prabowo seperti menang namun tak merdeka. Prabowo adalah presiden tetapi tampak bukan pemegang kendali penuh atas kekuasaannya sendiri.

Sosok yang digambarkan sebagai pemimpin macan yang akan mengaum justru berubah menjadi pemimpin yang tidak menunjukkan taring. Lebih dari itu Prabowo seolah kehilangan otoritas karena terjebak dalam ketergantungan politik pada figur Jokowi yang masih sangat dominan meski sudah tidak lagi menjabat presiden.

Di mata publik kemandirian Prabowo mulai diragukan. Kemenangan politiknya tidak menghapus bayang-bayang Jokowi. Justru mempertegas semakin memperkuat asumsi bahwa Prabowo adalah “presiden boneka” alat untuk melanggengkan kepentingan kekuasaan lama dalam wajah yang baru. Tak heran jika muncul istilah yang menyindir Prabowo sebagai Jokowi Jilid Tiga dengan seragam militer.

Ditambah dengan isu “matahari kembar” dalam pemerintahan bukan lagi sekadar teori konspirasi belaka. Pengaruh Jokowi mulai menampakkan diri dalam bentuk konkret yakni melalui relawannya yang masih aktif, pengaruh terhadap arah kabinet, serta sikap diam Prabowo terhadap sejumlah kebijakan warisan Jokowi yang kontroversial seperti IKN.

Baca juga:  Purbaya: Rakyat Lebih Makmur di Era SBY Dibandingkan Era Jokowi

Ketika rakyat berharap Prabowo melakukan perubahan besar yang terjadi justru kontinuitas tanpa koreksi. Prabowo tidak menunjukkan keberanian untuk keluar dari bayang-bayang Jokowi. Sejumlah kalangan akademik bahkan menyebut Prabowo sebagai presiden bayangan dari transisi kekuasaan yang semu dan tanpa substansi.

Dalam berbagai kesempatan Prabowo kerap menampilkan citra gaya militer yang tegas. Prakteknya sejak menjabat sebagai presiden malah terlihat jinak. Gaya khasnya yang dulu menggelegar kini berubah menjadi retorika diplomatis yang cenderung membingungkan tidak bertaji.

Prabowo pernah berkata “saya tidak takut mati untuk bangsa.” Tapi nyatanya justru terlihat takut untuk berbeda dari Jokowi. Tidak berani memutus mata rantai kekuasaan lama yang membelenggunya. Ketegasannya yang dulunya dipuja kini tak lagi terlihat. Yang tampak justru adalah keraguan dan kompromi terus-menerus dengan kekuatan lama.

Janji-janji perubahan saat kampanye mulai dari keberanian memberantas oligarki, reformasi di bidang pertahanan dan perlindungan terhadap petani dan nelayan, kini hanya menjadi omon-omon belaka. Omongan kosong tanpa aksi nyata. Istilah “Presiden Omon-Omon” pun mulai ramai di media sosial hal ini menunjukkan tingkat frustasi publik terhadap ketidak tegasan sang presiden.

Masyarakat kecewa karena Prabowo tidak menunjukkan sikap sebagai pemimpin mandiri. Sebaliknya terlihat mengamini dan melanjutkan agenda-agenda kekuasaan lama yang justru menjadi sumber keresahan publik selama ini. Kritik tak hanya datang dari oposisi tapi dari para pendukungnya sendiri yang merasa dikhianati oleh perubahan sikap Prabowo.

Baca juga:  LSI: Prabowo-Gibran Naik Secara Signifikan, Ganjar-Mahfud Alami Penurunan

Jika Prabowo ingin dikenang sebagai pemimpin sejati maka harus segera lepas dari jerat ketergantungan pada Jokowi. Prabowo harus menunjukkan keberanian dan harus mulai berani menegakkan kedaulatannya sebagai kepala negara yang utuh dan mandiri. Indonesia butuh presiden yang berani bukan pelanjut agenda tersembunyi dari penguasa lama.

Rakyat Indonesia telah memberi mandat besar. Namun mandat itu bukanlah blanko kosong yang bisa diisi dengan kehendak elite lama. Mandat itu adalah janji perubahan, keberanian melawan ketidakadilan, dan harapan untuk sebuah kepemimpinan baru yang benar-benar merdeka.

Sejarah mencatat pemimpin bukan dari banyaknya pidato tapi dari keberaniannya melawan arus ketika bangsa membutuhkan arah baru. Jika Prabowo terus berlindung di balik bayang-bayang Jokowi, maka itu bukanlah macan tetapi bayangan macan. Dan bangsa ini tak membutuhkan pemimpin bayangan.

Waktunya bagi Prabowo untuk mengambil alih takdirnya sebagai presiden yang sesungguhnya bukan sebagai pewaris kekuasaan lama. Jika tidak sejarah akan mencatatnya sebagai presiden ompong yang punya kekuasaan tapi tak berani menggigit.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News