Kajian Politik Merah Putih: Presiden Prabowo Masih Menjadi Bayang-bayang Jokowi

Harapan akan munculnya sosok Presiden baru yang benar-benar mandiri pada 20 April 2025 dinilai terlalu dini dan tidak realistis. Koordinator Kajian Politik Merah Putih Sutoyo Abadi, menyebut gagasan tersebut sebagai “utopis dan prematur” menanggapi tulisan aktivis senior Said Didu yang berharap Indonesia segera memiliki pemimpin sejati, bukan presiden bayangan dari era Joko Widodo.

Dalam tulisannya pada Kamis (10/4), Said Didu menyebut Indonesia membutuhkan Presiden yang benar-benar baru untuk membenahi berbagai kerusakan yang ditinggalkan rezim sebelumnya. Namun, menurut Sutoyo, fakta menunjukkan bahwa kepemimpinan Prabowo Subianto hingga kini masih sangat erat kaitannya dengan bayang-bayang Jokowi dan kekuatan oligarki.

“Empat hal mendasar jadi indikasi kuat: Wapres adalah anak Jokowi, kabinet penuh loyalis Jokowi, Prabowo sering minta arahan Jokowi, dan Jokowi dianggap guru politik,” papar Sutoyo kepada www.suaranasional.com, Jumat (11/4/2025)

Ia menilai, gagasan untuk munculnya “Presiden Baru” dalam waktu dekat tidak memiliki landasan politik maupun hukum yang jelas. Sutoyo bahkan menyebut harapan itu lebih tepat disebut sebagai “tes ombak” atau hanya sekadar angan-angan.

Lebih tajam, Sutoyo mengaitkan dominasi pengaruh Tiongkok dalam politik dan ekonomi Indonesia sejak era Jokowi. Ia menuding bahwa baik Jokowi maupun Prabowo telah berada dalam orbit kekuatan asing melalui proyek Belt and Road Initiative (BRI) yang dijalankan oleh Presiden China, Xi Jinping.

“Prabowo tak berkutik saat kedaulatan Indonesia diacak-acak. Kekuasaan oligarki dan strategi asing berjalan tanpa hambatan,” ucapnya.

Sutoyo juga menyinggung proyek strategis nasional (PSN) yang disebutnya sebagai upaya aneksasi terselubung oleh kekuatan oligarki dan strategi China untuk mengepung kota dari wilayah desa dan pesisir.

“PSN itu bukan pembangunan nasional murni, tapi strategi terselubung. Ini penghianatan terhadap kedaulatan,” tegasnya.

Di akhir analisanya, Sutoyo menyampaikan bahwa satu-satunya cara untuk menyelamatkan bangsa adalah melalui pemimpin yang lahir dari proses yang bersih dan bebas dari kendali kekuatan asing maupun oligarki.

“Perubahan sejati butuh revolusi rakyat, bukan sulap politik 10 hari,” pungkasnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News