Muslim Arbi: Gibran Tak Akan Berani Diwawancarai Beberapa Wartawan Senior

Pengamat politik Muslim Arbi melontarkan pernyataan tajam terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang dinilainya enggan berhadapan dengan sejumlah wartawan senior dalam sesi wawancara terbuka dan mendalam. Menurut Muslim, sikap Gibran yang lebih sering memilih forum-forum yang terkontrol memperlihatkan ketidaksiapannya dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan kritis seputar kebijakan, kapasitas, serta isu-isu strategis yang melibatkan dirinya.

“Coba lihat, selama ini Gibran lebih suka tampil di media sosial, di kanal-kanal yang sudah ia kendalikan atau yang isinya hanya basa-basi. Dia tidak pernah benar-benar duduk bersama wartawan senior seperti Najwa Shihab, Karni Ilyas, atau bahkan wartawan investigatif yang biasa menguliti isu-isu sensitif. Itu menunjukkan dia tidak siap,” ujar Muslim Arbi dalam pernyataan tertulis yang diterima redaksi www.suaranasional.com, Selasa (8/4).

Muslim Arbi menambahkan, keberadaan media independen dan jurnalis senior sangat penting dalam memastikan akuntabilitas pemimpin, termasuk Wakil Presiden. Namun menurutnya, Gibran justru seakan membangun tembok antara dirinya dengan pers yang bersifat kritis. Ia menyebut ini sebagai fenomena “bubble politics”, yakni politisi yang hanya tampil di ruang-ruang yang mereka anggap aman dan nyaman.

“Media itu bukan hanya tempat pencitraan. Dalam demokrasi, media adalah sarana kontrol publik. Jika Gibran terus-menerus menghindari wawancara serius dengan wartawan yang punya rekam jejak profesional, itu bisa diartikan sebagai bentuk ketakutan atau ketidaksiapan,” ujarnya.

Sejak terpilih menjadi Wakil Presiden, Gibran memang tak lepas dari sorotan. Mulai dari dugaan nepotisme, putusan Mahkamah Konstitusi yang kontroversial, hingga absennya narasi kebijakan yang kuat dari dirinya. Dalam berbagai peristiwa penting, Gibran juga kerap memilih diam atau memberikan jawaban singkat yang terkesan menghindar.

“Sikap diam atau memberi jawaban datar itu bukan strategi komunikasi. Itu bentuk defensif. Dan publik sekarang semakin cerdas untuk membaca itu,” ujar Muslim.

Menurut Muslim, jika Gibran serius membangun citra negarawan, ia seharusnya tak ragu duduk bersama jurnalis-jurnalis berpengalaman yang kerap menggali hingga ke akar persoalan. “Justru dari situ kita bisa tahu apakah dia memang punya kualitas sebagai pemimpin masa depan, atau hanya simbol politik semata,” tambahnya.

Muslim juga membandingkan Gibran dengan tokoh-tokoh politik lain yang berani menghadapi media secara terbuka, bahkan saat mereka sedang dalam posisi tersudut. Ia menyebut nama-nama seperti Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan bahkan mantan presiden seperti Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai contoh figur yang tak segan menjawab pertanyaan dari wartawan keras kepala.

“Anies bisa duduk satu jam bersama Najwa, bahkan dalam suasana yang tegang. Prabowo pun meski dulu temperamental, kini mau buka diri. Itu menunjukkan kedewasaan politik. Gibran? Baru disodorin pertanyaan tajam sedikit saja, sudah ngeles atau pura-pura tidak dengar,” sindir Muslim.

Menutup pernyataannya, Muslim Arbi menantang Gibran untuk membuktikan bahwa dirinya layak dianggap pemimpin muda dengan kapasitas intelektual dan moral. Salah satu caranya, kata Muslim, adalah dengan tampil dalam forum terbuka bersama wartawan senior dan bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan tanpa sensor.

“Kalau Gibran benar-benar ingin membangun kepercayaan publik, ia harus tunjukkan bahwa ia tak takut pada pertanyaan jujur,” pungkasnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News