PPJNA 98: RUU TNI Merupakan Amanah Reformasi dan tak Ada Dwi Fungsi ABRI

Ketua Umum PPJNA 98, Anto Kusumayuda, menegaskan bahwa Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) adalah amanah reformasi yang tidak bisa diabaikan. Ia menyatakan bahwa pengaturan dalam RUU TNI ini menjadi simbol komitmen Indonesia untuk menjaga demokrasi dan menghindari kembalinya konsep Dwi Fungsi ABRI yang pernah ada di masa lalu.

RUU TNI yang tengah dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ini bertujuan untuk menegaskan peran TNI dalam sistem pemerintahan Indonesia yang semakin mengutamakan peran sipil dan mengurangi keterlibatan militer dalam politik. “RUU TNI ini adalah bagian dari reformasi yang telah kita perjuangkan sejak 1998. TNI harus kembali fokus pada tugas utamanya yaitu menjaga kedaulatan dan pertahanan negara, tanpa terlibat dalam politik praktis,” ujar Anto.

Dalam penjelasannya, Anto mengingatkan bahwa pada masa Orde Baru, militer memiliki peran yang sangat besar dalam politik melalui konsep Dwi Fungsi ABRI. Hal ini memberikan ruang bagi TNI untuk turut serta dalam pengambilan keputusan politik yang seharusnya menjadi domain sipil. Namun, pasca reformasi, Indonesia berkomitmen untuk menghapuskan keterlibatan militer dalam ranah politik dan fokus pada fungsi utamanya dalam pertahanan.

RUU TNI yang kini tengah dibahas di DPR secara tegas akan mengatur kedudukan, tugas pokok, dan peran TNI dalam kerangka negara demokratis. Dengan pembahasan yang masih berlangsung, Anto memastikan bahwa TNI tidak kembali berperan dalam politik dan hanya berfokus pada fungsi pertahanan negara.

“Setelah reformasi 1998, Indonesia harus menguatkan prinsip-prinsip demokrasi. Itu sebabnya, tidak ada lagi tempat bagi TNI untuk terlibat dalam kehidupan politik praktis. TNI hanya perlu fokus pada pertahanan dan menjaga kedaulatan negara,” jelas Anto kepada wartawan, Rabu (19/3/2025).

Menurut Anto, RUU TNI sangat penting untuk menjaga stabilitas demokrasi Indonesia. Dengan mengatur peran TNI secara jelas, RUU ini bertujuan untuk memastikan bahwa militer tidak memiliki kekuatan politik seperti yang terjadi pada masa Orde Baru. Sebaliknya, RUU ini juga mempertegas bahwa peran TNI di bidang pertahanan akan semakin profesional, dengan batasan yang lebih jelas agar tidak terjebak dalam urusan politik.

“RUU ini adalah komitmen kita untuk tidak mengulang sejarah kelam yang memperlihatkan bagaimana militer terlibat dalam politik dan merusak sistem demokrasi. RUU ini juga menjamin bahwa masyarakat sipil tetap menjadi aktor utama dalam pengambilan keputusan negara,” paparnya.

Di sisi lain, meski RUU TNI ini mendapat dukungan luas, beberapa pihak masih menyuarakan kekhawatiran terkait pembatasan peran TNI. Beberapa kalangan berpendapat bahwa pengaturan yang terlalu ketat bisa menghambat TNI dalam melaksanakan tugasnya sebagai penjaga kedaulatan negara. Namun, Anto menegaskan bahwa meskipun ada kekhawatiran semacam itu, TNI harus tetap berfungsi sesuai dengan amanah reformasi yang mengutamakan demokrasi.

Dengan pengaturan yang semakin jelas dalam RUU TNI, diharapkan Indonesia dapat terus berkembang sebagai negara yang lebih demokratis, dengan TNI yang tetap profesional dan fokus pada tugas utama mereka dalam menjaga keamanan negara.

“RUU TNI ini, meskipun masih dalam tahap pembahasan, dipandang sebagai langkah konkret untuk memperkuat sistem pemerintahan Indonesia yang lebih terbuka, transparan, dan demokratis,” pungkasnya.

 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News