Muhammadiyah dan Api Perjuangan untuk Membela Kaum Terzalimi

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H, Advokat, Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR)

“Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah” [KH Ahmad Dahlan].

Hari ini (Senin, 17/3), penulis insyaallah akan menghadiri acara buka bersama yang diselenggarakan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. Rekan sejawat Ghufroni, yang mengirimkan undangnya beberapa hari lalu.

Dalam konteks legacy perjuangan, kiprah Muhammadiyah tak lagi dapat diragukan. Muhammadiyah, selalu hadir bersama umat ketika umat terzalimi dan butuh pertolongan.

Saat umat takut dengan narasi War On Terorism, saat Siyono ditembak mati tanpa putusan pengadilan oleh Densus 88, saat umumnya aktivis takut menghadapi kekejian densus 88, Muhammadiyah justru terdepan mengadvokasi kasus tersebut. Dalam banyak kasus kezaliman terhadap rakyat, Muhammadiyah aktif terlibat dalam membela dan membersamai.

Acara buka bersama kali ini, juga tidak lepas dari bagian advokasi terhadap korban kezaliman proyek PIK-2 milik Aguan dan Anthony Salim. Dalam acara ini, agendanya bukan sekedar buka bersama, melainkan juga diskusi dan advokasi kasus PIK-2.

Sejumlah pihak diundang, dari para korban kezaliman proyek PIK-2 hingga aktivis yang selama ini konsen membersamai perjuangan rakyat Banten melawan Oligarki PIK-2. Rekan-rekan sejawat di TA MOR PTR juga penulis himbau untuk hadir, karena LBH PP Muhammadiyah adalah mitra strategis dalam perjuangan melawan oligarki PIK-2.

Saat ini, konsolidasi perjuangan harus masif digalakkan. Selain untuk memperkokoh motivasi dan sinergi perjuangan, juga untuk mempertahankan ghiroh sekaligus membentengi aktivis dari penyakit pragmatisme. Agar Orientasi perjuangan tetap fokus pada nilai-nilai (value), bukan materi (duit).

Saat ini, sudah banyak aktivis perjuangan melawan kezaliman PIK-2 yang membelot, berubah haluan menjadi jongos AGUAN. Sejumlah aparat dan pejabat, juga terbaca intensinya membela kepentingan Oligarki.

Karena itu, harus digalakkan banyak agenda silaturahmi dan konsolidasi. Agar motivasi perjuangan tetap konsisten pada nilai-nilai kebenaran. Agar ditengah-tengah umat tumbuh subur rasa cinta pada kebanggaan (Hubbus Siyasah), bukan cinta pada harta (Hubbul Mal). Agar didada setiap aktivis tumbuh kecintaan dan kebanggaan pada perjuangan membela kaum tertindas, terzalimi dan dimarginalkan. Bukan cinta cuan, sehingga perjuangan hanya dijadikan sarana untuk mencari materi.

Maka motto “hidup hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah” sangat tepat diterapkan dalam konteks perjuangan melawan oligarki PIK-2.

“hidup hidupilah perjuangan melawan Oligarki PIK-2, jangan mencari hidup dari menjual narasi perjuangan melawan oligarki PIK-2”.

Atau sederhananya, jangan menjadi pengkhianat dalam perjuangan.

Muhammadiyah bukanlah institusi yang asing bagi penulis. Sebab, penulis juga alumni Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang. Jadi, motto untuk selalu menghidupi perjuangan dan tidak mencari hidup dengan mengkhianati perjuangan, penulis dapatkan semangat ini sejak saat penulis menempuh pendidikan di Kampus Muhammadiyah, juga saat dulu menjadi aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).

Semoga, Ramadhan kali ini makin mengokohkan kita sebagai bagian dari pejuang yang membela rakyat. Jika dalam ramadhan ini ada beberapa yang berguguran dan membelot menjadi pengkhianat, membela kezaliman proyek PIK-2, maka sungguh keluarnya pengkhianat dari barisan perjuangan adalah salah satu berkah dari Ramadhan.

Sebab, berhimpunnya pengkhianat di barisan perjuangan hanya akan menambah beban. Sementara berlepasnya pengkhianat dari perjuangan, menjadikan perjuangan sehat dan dapat menapaki jalan perjuangan lebih gesit dan trengginas. [].

Simak berita dan artikel lainnya di Google News