Presiden Prabowo Subianto mengumumkan rencana pembangunan penjara khusus bagi koruptor di sebuah pulau terpencil. Kebijakan ini disambut baik oleh berbagai kalangan, termasuk Perhimpunan Pergerakan Jejaring Nasional Aktivis 98 (PPJNA 98), yang menilai langkah tersebut sebagai wujud nyata dari amanah reformasi dalam pemberantasan korupsi.
Ketua Umum PPJNA 98, Anto Kusumayuda, menegaskan bahwa kebijakan ini merupakan bukti komitmen Prabowo dalam menegakkan supremasi sipil dan membersihkan pemerintahan dari praktik korupsi.
“Reformasi menuntut pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi. Prabowo menunjukkan komitmennya dengan rencana pembangunan penjara ini. Ini adalah pesan kuat bahwa korupsi tidak akan ditoleransi lagi,” kata Anto dalam pernyataannya, Sabtu (15/3/2025).
Menurutnya, pembangunan penjara di pulau terkecil akan memberikan efek jera kepada para pelaku korupsi, yang selama ini masih mendapatkan berbagai kemudahan meski telah divonis bersalah.
“Selama ini, banyak koruptor tetap bisa menikmati fasilitas mewah di dalam penjara, bahkan masih bisa mengendalikan bisnis dan jaringan politiknya. Dengan mengisolasi mereka di tempat yang jauh dari akses sosial, maka hukuman menjadi lebih nyata,” tambahnya.
Di era kepemimpinan Prabowo, upaya pemberantasan korupsi tampak semakin diperkuat. Beberapa kasus besar dengan nilai kerugian negara mencapai triliunan rupiah mulai terbongkar, menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menangani kejahatan ini.
Selain membangun penjara khusus, Prabowo juga memastikan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap berfungsi secara independen dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik tertentu. Ini menjadi pesan bahwa pemerintahannya tidak akan mentoleransi praktik korupsi, baik di kalangan eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.
Anto menilai bahwa langkah ini adalah strategi tegas dalam membangun budaya antikorupsi.
“Penjara khusus di pulau terkecil bukan hanya hukuman fisik, tetapi juga memiliki dimensi psikologis yang kuat. Koruptor akan merasa benar-benar terisolasi dan kehilangan segala akses yang biasanya mereka gunakan untuk mempertahankan pengaruhnya,” ujar Rudi.
Menurutnya, langkah ini bisa menjadi titik balik dalam sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia, jika benar-benar diimplementasikan dengan baik.
Pembangunan penjara khusus ini harus disertai dengan reformasi menyeluruh dalam sistem hukum dan birokrasi agar tidak hanya menjadi solusi jangka pendek. Beberapa langkah yang bisa mendukung keberhasilan kebijakan ini antara lain:
Pertama, Reformasi sistem pengawasan keuangan negara – Memastikan tidak ada celah bagi pejabat untuk menyalahgunakan anggaran.
Kedua, Peningkatan transparansi dan keterbukaan informasi – Mempermudah akses publik terhadap data keuangan negara agar lebih sulit bagi pejabat untuk melakukan korupsi secara diam-diam.
Ketiga, Penerapan hukuman lebih berat – Selain dipenjara di pulau terpencil, koruptor juga bisa dikenai hukuman tambahan seperti penyitaan seluruh aset hasil korupsi.
Keempat, Penguatan KPK dan lembaga pengawas lainnya – Menjamin independensi dan efektivitas lembaga antikorupsi agar tidak mudah dilemahkan oleh kepentingan politik.
Kelima, Pendidikan antikorupsi sejak dini – Menanamkan budaya integritas dan antikorupsi di kalangan generasi muda agar mentalitas koruptif bisa dicegah sejak awal.