Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H, Advokat, Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR)
Pada mulanya, kasus pagar laut begitu heroik. Bukan hanya TNI AL, seluruh kementerian dan lembaga terkait, ikut bersama-sama membongkar pagar laut yang membentang sepanjang 30,16 KM di perairan laut Tangerang Utara.
Segenap rakyat berdecak kagum. Negara, yang semula lalai membiarkan pagar laut ini dibangun hingga mencapai 30,16 KM, akhirnya hadir kembali dan memberikan perlawanan sengit pada pagar laut. Pagar laut itupun, dicabut sampai ke akar-akarnya tanpa menyisakan satupun bilah bambu yang terpancang.
Tapi sayang, kegagahan KKP, TNI AL, hingga ATR BPN, hanya untuk menundukan pagar laut yang terbuat dari bambu. Hanya digdaya dihadapan bambu yang tak bernyawa, yang tak bisa melawan ketika dicabut.
Tapi kepada pemilik pagar laut? Kepada pemilik sertifikat laut? Kepada Oligarki PIK-2?
Kasus sertifikat laut hanya dibongkar sampai ke Arsin Kades Kohod. Kalaupun merembet, hanya sampai ke Ujang Karta, sekdesnya, SP, dan C. Sedangkan kasus pagar laut, hanya dilokalisir ke Arsin dan Tarsin, staf desa.
Lalu, seluruh rakyat Indonesia dipaksa bodoh, untuk percaya kebohongan besar ini. Kebohongan yang terlalu telanjang untuk dipercaya sebagai kebenaran, meskipun hanya sebesar biji zarah.
Dari mana Arsin punya duit untuk bikin pagar laut? Darimana Arsin punya duit untuk membayar denda 48 miliar? Untuk apa, atau atas motif apa Arsin capek-capek bikin pagar laut? Untuk kolam penangkaran buaya?
Untuk apa, Arsin mau bikin pemalsuan dokumen penerbitan sertifikat laut? Darimana Arsin membiayai proyek pembuatan sertifikat laut? Terus, kenapa yang diproses cuma Arsin? Bukankah, pagar laut membentang di 16 Desa di 6 Kecamatan, sepanjang 30,16 KM?
Nusron Wahid, pasca ketahuan memberikan sanksi tegas dan menurunkan dari jabatannya, seorang pejabat BPN yang telah pensiun (JS), kini tak lagi tampak di layar kaca. Nusron, sudah mengalihkan sinetron sertifikat laut ke wilayah Bekasi. Karena wilayah Tangerang, ada bos besar yang tak berani dilawan.
Sakti Wahyu Trenggono, yang sempat ngeles gas melon saat ditanya pagar laut, kini juga ngumpet. Menteri KKP ini tak mampu mempertahankan ‘Disertasinya’ bahwa penanggung jawab pagar laut adalah Arsin Kades Kohod yang sudah siap membayar denda Rp 48 miliar.
Bareskrim pun, sekarang menjadi goa kosong yang tak berpenghuni. Sepi. Jika sebelumnya, suaranya lantang seperti TOA masjid saat lebaran, kini BARESKRIM Polri sepi, selain hanya bisa mengumumkan tersangka Arsin, Ujang Karta, Septian dan Chandra.
Bagaimana dengan rakyat Banten? Rakyat Indonesia?
Kita tidak boleh menjadi bodoh, dengan mempercayai sinetron pagar laut.
Arsin, Tarsin, Ujang Karta, Sp dan C memang terlibat. Tapi bukan mereka aktor utamanya.
Pemilik proyek PIK-2, Agung Sedayu Group adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas kejahatan pagar laut dan sertifikat laut. Rakyat harus menuntut semua yang terlibat dalam kejahatan pagar laut dan sertifikat laut diproses hukum.
Rakyat tak boleh lengah, hanya karena proyek PIK-2 milik Aguan dan Anthony Salim ini tak lagi masuk dalam daftar 77 PSN Prabowo. KEJAHATAN terhadap rakyat, terhadap kedaulatan negara, harus diusut sampai tuntas. [].