Oleh: Memet Hakim, Pengamat Sosial. Wanhat APIB & APP TNI
Korupsi seolah sudah menjadi budaya di negeri kita, padahal korupsi itu lebih jahat dari pencuri, jambret bahkan garong sekalipun. Korupsi itu dasarnya adalah keserakahan, pelanggaran Etika & Moral serta merupakan pelanggaran hukum. Parahnya korupsi ini banyak dilakukan oleh aparat yang mengerti hukum dan para petugas pencegah dan pemberantas korupsi. Dalam banyak kasus anggota Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman bahkan KPK sendiri pelakunya. Puncaknya Presiden, pemimpin negeri ini justru diduga ikut melakukan korupsi, dengan berbagai cara. Untuk melindungi dirinya dan para pembantunya sampai membuat aturan untuk mengamankan tindakannya. Tidak ketinggalan para anggota DPR juga banyak terlibat dan menjadi koruptor besar.
Alhamdulillah Prabowo, presiden baru Indonesia, telah bertekad untuk menumpas korupsi, bahkan jika perlu mengejar koruptor sampai “Antartika”. Semangat Prabowo tentu saja akan mendapatkan perlawanan dari para koruptor kecil sampai besar, ini tugas mulia menyelamatkan negeri yang telah banyak rusak oleh tikus dan bandit negeri. Sayangnya Prabowo tidak memiliki pembantu yang mampu mewujudkan niatnya itu. Niat saja tidaklah cukup, perlu tindakan dan contoh nyata yang kesannya tidak pilih pilih, itulah sebabnya Menteri yang dapat menjabarkan secara konsepsional, membuat system, menutup peluang korupsi dan ahli di dalam manajemen.
Undang-undang yang mengatur Pemberantasan Korupsi seperti Undang-undang No 8 Tahun 1981 tentang “Hukum Acara Pidana”, UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang “Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”, UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang “Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme” dan berbagai UU perubahan atau pendukung telah tersedia.
Tetapi ada pula UU yang justru membuka peluang Korupsi, adanya “Omnibus law, 5 Oktober 2020” seperti UU No 6 Tahun 2023 tentang “Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU”, UU No 3 Tahun 2020 tentang “Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara”, UU No 17 Tahun 2023 tentang “Kesehatan”, UU No 19 Tahun 2019 tentang “Perubahan Kedua atas UU No 30 Tahun 2002 tentang “Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”.
Jadi korupsi ini dengan UU diatas seolah diberi jalan khusus agar para pelakunya lebih aman, artinya ada niat jahat dari pemimpin bangsa ini untuk menghancurkan negeri, bukan sekedar mencuri uang. Korupsi seperti adalah merupakan Kejahatan Luar Biasa. Kita bedakan antara korupsi untuk kebutuhan perut, keserakahan dan untuk menghancurkan Negeri. Saya tidak tahu apakah para petugas Hukum menyadari atau tidak perbedaannya.
Penindakan pada pelaku korupsi secara parsial atau spot seperti sekarang ini, tentu tidak akan menyelesaikan masalah. Selama penyebabnya berupa UU, Peraturan, terduganya tidak dibuang dulu, maka korupsi akan tetap eksis. Demikian juga para pengusaha merangkap penyuap dan pengatur bisnis legal/illegal harus diisolasi dan diberikan hukuman.
Memberantas korupsi yang telah membudaya membutuhkan upaya yang komprehensif dan berkelanjutan dan mendapatkan dukungan dari berbagai pihak.
Kasus Pertamina, MA, DPR, PLN, KPK, Kepolisian, Kejaksaan, Kemendag, Kemenag, dll membuka mata kita bahwa korupsi bisa terjadi dimana saja, mungkin yang tertangkap itu sial, karena diyakini yang tidak tertangkap jauh lebih banyak. Oleh karena itu niat menumpas korupsi perlu didukung oleh semua rakyat Indonesia.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk memperbaiki system dan manajemen kuratif & preventif:
1. Penegakan Hukum yang Tegas dan Adil:
a) Mencabut semua UU yang membuka peluang Korupsi: seperti antara UU No 6 Tahun 2023, UU No 3 Tahun 2020, UU No 17 Tahun 2023 tentang “Kesehatan”, UU No 19 Tahun 2019.
b) Memperbaiki ETIKA, MORAL para penegak hukum: di KPK, kepolisian, dan kejaksaan, dan seluruh instansi pemerintah dengan menempatkan anggota yang memiliki Intergitas sebagai pemimpinnya. Melakukan “sumpah & pengawasan bersama” di setiap unit untuk tidak melakukan korupsi
c) Menindak tegas anggota pelaku korupsi: Hukuman yang lebih berat harus diberikan kepada anggota pelaku korupsi, tanpa pandang bulu. Ini merupakan contoh yang baik di internal instansi.
d) Memperbaiki sistem peradilan: Proses hukum yang transparan dan akuntabel perlu diwujudkan untuk mencegah intervensi dan praktik korupsi di pengadilan. Semua harus dilakukan secara terbuka dan dapat diawasi oleh semua elemen termasuk perorangan.
e) Memperkuat posisi Pengawasan: SPI (Satuan Pengawasan Intern) di BUMN, BPK, BPKP dan Inspektorat di setiap Kementerian, TNI, Kepolisian, Pemda dan Bea Cukai.
2. Pencegahan Korupsi:
a) Merampingkan Kabinet: & Mengganti seluruh anggota kabinet yang orientasinya menjadi koruptor dan non professional.
b) Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas: Pemerintah perlu membuka akses informasi publik seluas luasnya, terutama terkait anggaran, pengadaan barang/jasa, dan perizinan.
c) Menutup peluang korupsi dengan memperkuat pengawasan internal di segala bidang terutama yang terkait dengan Pelayanan publik,
d) Menerapkan Early Warning System kontrol indikasi adanya korupsi, seperti gaya hidup, kekayaan, penempatan personil bermasalah, dll. dan menerbitka PERPPU Perampasan aset.
e) Mengajak partisipasi masyarakat: Masyarakat perlu dilibatkan dalam mengawasi kinerja pemerintah dan melaporkan dugaan korupsi.
f) Pejabat dilarang menjadi Pengurus Partai, Pengusaha atau pemilik Usaha, karena akan terjadi konflik kepentingan
3. Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat & Perlu Reformasi Sistem dan Kebijakan
a) Mendorong peran aktif media dan masyarakat sipil: Melaporkan adanya indikasi kecurangan atau korupsi lewat Pos Pengaduan, Media Electronik yang khusus dibuat oleh apparat penegak hukum di setiap daerah sejak di Kelurahan sampai tingkat Kementerian.
b) Menerapkan sistem meritokrasi: Hindari menempatkan orang partai di Kementerian dan BUMN. Pengangkatan Direksi, Komisaris BUMN, pejabat publik harus didasarkan pada kompetensi dan integritas, bukan pada koneksi, nepotisme dan transaksi jual beli jabatan.
Momentum pemberantasan korupsi pada kasus Pertamina ini harus dipelihara, dengan menugaskan BPKP, BPK, Inspektorat dan SPI di BUMN, BUMD semakin ketat sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani/Nelayan/Peternak, lewat peningkatan produktivitas dan pemanfaatan lahan tidur/terlantar.
Para Menteri termasuk Presiden dilarang merekrut atau menempatkan pengurus atau petugas partai untuk menjadi staf di berbagai Kementerian dan BUMN. Kunci keberhasilan memnumpas korupsi adalah jika Prabowo legowo melepaskan Jokowi dan Gibran, dan para Menterinya agar ditangkap dan diadili terkait kasus Korupsi dan KKN nya.
Bandung, 9 Maret 2025