Dugaan manipulasi laporan keuangan yang menyeret PT Pupuk Indonesia semakin memanas. Aktivis anti-korupsi asal Lamongan, Rinto Junaidi, secara terbuka mendesak Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk segera memeriksa Direktur Utama dan jajaran direksi perusahaan tersebut. Hal ini menyusul temuan adanya dugaan penyimpangan keuangan yang berpotensi menyebabkan kerugian negara hingga Rp8,3 triliun.
Temuan ini berawal dari hasil analisis akuntan independen terhadap Laporan Keuangan Tahun 2023 PT Pupuk Indonesia beserta entitas anak yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik PWC Tanudiredja, Wibisana, Rintis & Rekan. Dalam laporan tersebut, ditemukan sejumlah kejanggalan yang mengindikasikan adanya penyimpangan signifikan dalam pembukuan perusahaan.
Beberapa indikator yang mencurigakan meliputi:
- Selisih besar pada saldo ekuitas akhir
- Beban penyisihan pada penurunan nilai piutang yang tidak wajar
- Penurunan nilai persediaan yang tidak transparan
- Kas pembelian aset tetap yang tidak terverifikasi
- Rekening yang tidak disajikan di neraca atau transaksi tunggal mencurigakan senilai hampir Rp8 triliun
Dugaan ini semakin diperkuat dengan adanya inkonsistensi antara laporan keuangan perusahaan dan catatan transaksi yang ditemukan oleh tim audit.
Menanggapi temuan tersebut, Rinto Junaidi menekankan bahwa penyimpangan ini tidak bisa dibiarkan dan harus segera ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. “Kami mendesak Kejaksaan Agung untuk segera mengusut tuntas dugaan korupsi ini. Tidak boleh ada impunitas bagi pejabat BUMN yang terlibat dalam pengelolaan keuangan negara secara tidak transparan,” tegasnya kepada redaksi www.suaranasional.com, Selasa (4/3/2025).
Menurut Rinto, kasus ini mencerminkan lemahnya pengawasan dalam tata kelola keuangan BUMN. Ia juga menyoroti potensi dampak besar terhadap perekonomian nasional, mengingat PT Pupuk Indonesia memegang peranan vital dalam ketahanan pangan melalui distribusi pupuk bersubsidi bagi petani di seluruh Indonesia.
“Jika benar terjadi manipulasi laporan keuangan, ini bukan hanya kejahatan korporasi biasa, tetapi juga mengancam stabilitas sektor pertanian dan kesejahteraan petani kecil,” imbuhnya.
Sebelumnya, PT Pupuk Indonesia telah berupaya menunjukkan komitmennya dalam mencegah praktik fraud dengan menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Pada tahun lalu, perusahaan ini meluncurkan Aplikasi Whistleblowing System (WBS) Multi Company yang terintegrasi dengan KPK untuk memungkinkan pemangku kepentingan melaporkan dugaan kecurangan di lingkungan perusahaan.
Namun, dengan munculnya dugaan penyimpangan laporan keuangan yang mencapai triliunan rupiah ini, publik mulai mempertanyakan efektivitas sistem pengawasan internal PT Pupuk Indonesia. “Jika mereka benar-benar berkomitmen terhadap transparansi, harus ada investigasi internal yang independen dan terbuka,” ujar Rinto.
Kasus ini berpotensi mempengaruhi kepercayaan publik terhadap PT Pupuk Indonesia serta Kementerian BUMN sebagai lembaga yang membawahi perusahaan pelat merah. Pemerintah pun didorong untuk segera mengambil tindakan tegas agar kasus ini tidak berlarut-larut dan menimbulkan dampak lebih luas terhadap sektor pertanian.
Aktivis anti-korupsi serta berbagai pihak yang peduli terhadap transparansi pengelolaan keuangan negara menuntut agar Kejaksaan Agung tidak hanya berhenti pada pemeriksaan awal, tetapi juga menindaklanjuti dengan langkah hukum yang lebih konkret, termasuk pemanggilan dan audit forensik terhadap direksi PT Pupuk Indonesia.
Kasus ini diprediksi akan menjadi ujian besar bagi komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi di tubuh BUMN, serta dalam memastikan bahwa pengelolaan dana negara dilakukan dengan transparansi dan akuntabilitas penuh.