Bareskrim Mabes Polri mengecewakan publik dengan tidak menyebut bos Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan dalam kasus pagar laut di Kabupaten Tangerang. Selama ini ada dugaan Aguan banyak berkontribusi kepada Mabes Polri.
“Tak sebut nama Aguan kasus pagar laut di Kabupaten Tangerang menunjukkan Bareskrim Mabes Polri cari aman dan mengecewakan publik,” kata pengamat politik Muslim Arbi kepada redaksi www.suaranasional.com, Kamis (20/2/2025).
Menurut Muslim, Bareskrim yang tidak menyebut nama Aguan dalam kasus pagar laut di Kabupaten Tangerang sangat mengecewakan publik. “Justru public menginginkan Bareskrim memeriksa Aguan dan dijadikan tersangka,” jelasnya.
Kata Muslim, kasus pagar laut di Kabupaten Tangerang hanya menjerat kalangan pegawai kalangan rendah dan tidak sampai menyentuh ke Aguan. “Padahal hukum sama di hadapan publik. Namun dalam kasus ini memperlihatkan uang dan jabatan bisa kalah di mata hukum,” ungkapnya.
Sebelumnya diketahui, Bareskrim Polri mengatakan bahwa pengusaha Sugianto Kusuma, yang lebih dikenal sebagai Aguan, tidak terlibat dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen terkait sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) atas pagar laut di Kabupaten Tangerang.
Dalam penyelidikan kasus ini, pihak kepolisian telah menetapkan empat tersangka, termasuk Kepala Desa Kohod, yang diduga berperan dalam pemalsuan dokumen pengurusan hak atas tanah di kawasan tersebut.
Meski nama perusahaan Agung Sedayu, yang dimiliki oleh Aguan, sempat dikaitkan dengan kasus ini, polisi menegaskan bahwa tidak ada bukti yang mengarah pada keterlibatan pengusaha tersebut.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro bahkan mempertanyakan keterkaitannya ketika dimintai tanggapan oleh wartawan terkait dugaan keterlibatan Aguan.
Ia juga menyatakan bahwa selama proses penyelidikan berlangsung, tidak ada saksi yang menyebutkan nama Aguan sebagai pihak yang terlibat.
Lebih lanjut, Djuhandhani menegaskan bahwa spekulasi yang berkembang di media sosial tidak bisa dijadikan dasar dalam proses hukum.
“Kalau hanya berdasarkan perbincangan di media sosial, itu tidak bisa menjadi patokan dalam proses hukum,” tegasnya.