Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H, Advokat, Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR)
Ramai media mengabarkan up date kasus pagar laut, dimana Bareskrim Polri telah menetapkan Arsin Kades Kohod sebagai tersangka. Selain Arsin, Sekdes, SP dan C (Septian dan Chandra), juga turut ditetapkan sebagai tersangka.
Hanya saja, status tersangka tersebut tidak ditindaklanjuti dengan penangkapan dan penahanan. Arsin dkk, hanya dicekal oleh Imigrasi.
Opini yang dibangun, kasus pagar laut seolah-olah terbongkar dengan ditetapkannya Arsin dkk sebagai tersangka. Padahal, sampai hari ini kasus pagar laut belum tersentuh, meskipun sudah lebih dari satu bulan ditangani.
Ukuran kasus pagar laut terbongkar, setidaknya publik mendapatkan jawaban dari aparat penegak hukum atas sejumlah pertanyaan sebagai berikut:
Siapa yang mengerjakan proyek pemagaran Laut?
Siapa yang mendanai proyek pemagaran Laut?
Apa motif dan tujuan kegiatan pemagaran Laut?
Tiga pertanyaan sederhana ini sampai hari ini belum terjawab. Pelaku pemagaran laut Tangerang Utara, hingga saat ini masih misteri. Masyarakat, masih menganggap pagar laut dibuat oleh Bandung Bondowoso, yang membuat Candi Sewu, hingga tak dapat ditangkap Bareskrim Polri.
Sebenarnya, kejahatan di wilayah laut (locus delicti) di perairan laut Tangerang Utara, ada dua kejahatan:
Pertama, kejahatan pagar laut yang sebenarnya bisa segera disidik dengan Pasal 98 UU No 32 tahun 2008 tentang Lingkungan Hidup, dengan ancaman pidananya minimal 3 tahun maksimal 10 tahun dan denda minimal 3 miliar dan maksimal 10 miliar.
Kedua, kejahatan sertifikat laut baik berupa SHGB maupun SHM, yang bisa disidik dengan Pasal 263 KUHP, Pasal 266 KUHP, dan UU Tipikor (tindak pidana korupsi, UU No 31 tahun 1999 Jo UU No 20/2001).
Pada kasus pertama, sebenarnya nama-nama seperti Mandor Memet, Eng Cun alias Gojali dan Ali Hanafiah Lijaya orangnya AGUAN sudah disampaikan oleh LBH Muhammadiyah ke Penyidik Bareskrim Polri sebagai pihak yang bertanggung jawab. Namun aneh, kasus pagar laut ini dikesampingkan dan Bareskrim Polri meloncat, langsung menyidik kasus sertifikat laut yang dinarasikan seolah-olah jawaban atas pengusutan kasus pagar laut.
Pada kasus Kedua, kejahatan korupsinya malah dilepas, dengan mundurnya Kejagung dari penyelidikan kasus korupsi sertipikat laut di Perairan Laut Tangerang Utara.
Adapun, kasus sertifikat laut yang disidik Bareskrim Polri terlihat dilokalisir hanya kepada Arsin, Sekdes, SP dan C (Septian dan Chandra).
Padahal, banyak pihak yang terlibat dalam kejahatan perampasan laut NKRI dengan modus penerbitan sertifikat diatas laut.
Di tingkat Desa, yang terlibat adalah seluruh Kepala Desa hingga staf desa di 6 kecamatan dan 16 desa yang terdapat pagar laut sepanjang 30,16 KM, karena mereka berperan menyiapkan terbitnya dokumen PM-1. Sejumlah surat seperti Surat Keterangan Penguasaan Fisik secara sporadis, Surat Keterangan Tidak Sengketa, hingga proses terbitnya girik-girik untuk dijadikan dasar kepemilikan, seolah-olah girik-girik tersebut ada dan secara faktual dahulunya ada di Laut, itu semua dikerjakan oleh pihak Desa.
16 Desa di 6 Kecamatan di Kabupaten Tangerang tersebut adalah:
1. Kec. Teluk Naga (Tj. Pasir, Tj. Burung)
2. Kec. Pakuhaji (Kohod, Sukahati, Kramat)
3. Kec. Sukadiri (Karang Serang)
4. Kec. Kemiri (Karang Anyar, Patramanggala, Lontar)
5. Kec. Mauk (Ketapang, Tj. Anom, Marga Mulya, Mauk Barat)
6. Kec. Kronjo (Munjung, Kronjo, Pagedangan Ilir)
Ditingkat legalisasi lokasi seolah tanah darat dan sudah diterbitkan SPPT, Kantor Jasa Surveyor Berlisensi (KJSB) dan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda Pemba Tangerang) terlibat.
Ditingkat proses peralihan hak atau proses Jual Beli, Notaris, Pihak Penjual dan Pembeli (Baik Korporasi maupun pribadi), dan para saksi yang terlibat.
Pada tahap persiapan pengukuran tanah oleh BPN sebagai dasar peningkatan hak atau penerbitan Sertipikat (SHGB dan SHM), Pemda dan DPRD yang melegalisasi lokasi laut untuk diukur petugas BPN, dengan mengubah RTRW (Rencana Tata Ruang dan Wilayah) juga terlibat.
Pada tahapan penerbitan sertifikat sejumlah pihak terlibat baik BPN Tangerang, Kanwil dan BPN Pusat harus diperiksa. Jika SHGB kurang dari 3.000 ha, diterbitkan Kantah. Jika SHGB luasnya 6.000 sampai 10.000, diterbitkan Kanwil. Jika diatas 10.000 diterbitkan BPN Pusat (Menteri).
Agung Sedayu Group yang mau mereklamasi laut dengan dasar kepemilikan SHGB pada anak perusahaannya, dengan dalih tanah musnah dengan mengaktifkan Pasal 66 PP No 18 tahun 2021, SHGB diatas laut milik Agung Sedayu Group akan dijadikan sarana untuk mereklamasi laut untuk membangun industri properti PIK-2, juga terlibat. Mereka ini, ibarat nya adalah penadah hasil kejatahan sertifikat laut.
Jadi, publik jangan terkecoh seolah-olah yang terlibat pagar laut hanya Arsin. Apalagi, mau bersikap bodoh percaya kasus ini akan dianggap terbongkar setelah Arsin dkk ditetapkan sebagai tersangka.
Jangan mau pula percaya, bahwa otak atau dalang sertipikat laut adalah SP dan C. Itu hanya muslihat untuk melokalisir kasus, agar hanya fokus di Kohod dan hanya menumbalkan Arsin, SP dan C.
Selain aktor lapangan dan intelektual dari sejak proses itu ada di Desa, Di Kantor Notaris, melibatkan KJSB, Dispenda, Pemda, DPRD hingga BPN, jangan lupa pada Agung Sedayu Group. ASG berperan sentral sebagai penampung/penadah kejahatan sertipikat laut.
Aguan dan Anthony Salim yang paling bertanggung jawab atas perampasan wilayah laut Indonesia dengan modus membuat sertipikat laut, diklaim sebagai tanah musnah dan nantinya akan mereka Reklamasi untuk industri properti yang mereka miliki (PIK-2). Karena keduanya, adalah pemegang saham mayoritas proyek PIK-2 yang akan menampung sertipikat laut untuk direklamasi, dijadikan sebagai asas produksi industri properti mereka. [].